Lagu I Bowed on My Knees and Cried Holy pertama kali diciptakan oleh Nettie Dudley Washington dengan musik dari E.M. Dudley Cantwell, dengan hak cipta terdaftar pada tahun 1923 dan 1925. Lahir dari hati seorang penulis lagu rohani di Tennessee, lagu ini mengakar pada ayat-ayat Alkitab seperti Yesaya 6:3, yang memuji kekudusan Tuhan, dan Filipi 2:10-11, yang menyatakan bahwa setiap lutut akan bertelut di hadapan Yesus. Diterbitkan dalam Heavenly Highway Hymns pada 1956, lagu ini menjadi bagian dari tradisi musik gereja yang kaya, membawa pesan harapan dan penyembahan.
Kisah lagu ini menjadi semakin hidup melalui suara Michael English, penyanyi gospel kontemporer yang mempopulerkannya. Dirilis sebagai singel pada 1984 dan kemudian dalam album Gospel (1998), penampilan English yang penuh emosi membawa lagu ini ke hati jutaan pendengar. Penampilannya bersama Gaither Vocal Band dalam Live From Toronto (2015) semakin mengukuhkan lagu ini sebagai karya yang tak lekang oleh waktu. Seperti sebuah benang emas, lagu ini menghubungkan generasi, dari gereja-gereja kecil hingga panggung besar, mengingatkan kita akan kuasa musik rohani untuk menyentuh jiwa.
Perjalanan Menuju Kota Kemuliaan
Lirik lagu ini mengisahkan sebuah mimpi tentang kota kemuliaan—surga yang penuh cahaya, dimana malaikat menyambut dan tokoh-tokoh Alkitab seperti Abraham, Ishak, dan Yakub hadir. Namun, ditengah keindahan itu, hati penutur tertuju pada satu Pribadi: Yesus, yang mati untuk menebus dosa umat manusia. Dalam momen yang penuh kekaguman, ia berlutut, berseru “Holy,” dan memuji dengan sorak “Glory.” Gambaran ini bukan sekadar imajinasi, tetapi cerminan kerinduan mendalam akan hadirat Tuhan.
Saat mendengarkan lagu ini, saya diingatkan bahwa hidup ini adalah perjalanan menuju “kota kemuliaan” itu. Di tengah tantangan dan kesulitan, lagu ini mengajak kita untuk memusatkan pandangan hanya pada Yesus, sumber penghibupan sejati. Berlutut di hadapan-Nya bukan tanda kelemahan, tetapi pengakuan akan kasih dan kekudusan-Nya yang tak terbandingkan. Seperti penutur dalam lagu, kita diajak untuk merespons kehadiran Tuhan dengan hati yang penuh hormat dan sukacita.
Pelajaran dari Kekudusan
Lagu ini mengajarkan saya tentang arti kekudusan—bukan hanya sebagai sifat Tuhan, tetapi sebagai panggilan untuk hidup yang mencerminkan kasih dan kebenaran-Nya. Ketika penutur lagu berseru “Holy,” itu adalah pengakuan bahwa Tuhan layak atas segala puji syukur, bahkan di saat hidup terasa berat. Dalam kehidupan sehari-hari, kekudusan ini bisa terwujud melalui tindakan sederhana: mengasihi sesama, memaafkan, atau tetap setia meski dunia menggoda kita untuk menyerah.
Michael English, dengan suaranya yang penuh jiwa, mengingatkan saya bahwa penyembahan sejati lahir dari hati yang rendah. Lagu ini bukan hanya tentang surga di masa depan, tetapi tentang bagaimana kita hidup di sini dan saat ini. Setiap kali saya mendengarnya, saya merasa diundang untuk berhenti sejenak, merenungkan kasih Tuhan, dan memperbarui komitmen untuk berjalan dalam terang-Nya.
Sorak Sukacita di Tengah Duka
Ada momen dalam lagu ini yang selalu menggetarkan hati saya: ketika penutur memuji dengan sorak “Glory.” Ini adalah pengingat bahwa sukacita sejati ditemukan dalam memuji Tuhan, bahkan di tengah air mata. Hidup tidak selalu mudah—kita menghadapi kehilangan, kegagalan, atau ketidakpastian. Namun, lagu ini mengajak kita untuk melihat melampaui keadaan, menuju janji Tuhan yang kekal. Sorak “Glory” adalah pernyataan iman bahwa Tuhan tetap berdaulat, dan kasih-Nya tidak pernah gagal.
Panggilan untuk Hari Ini
I Bowed on My Knees and Cried Holy lebih dari sekadar lagu; ia adalah undangan untuk hidup dengan tujuan dan pengharapan. Lagu ini menginspirasi saya untuk menjalani setiap hari dengan kesadaran akan kehadiran Tuhan, untuk berlutut dalam doa ketika lelah, dan untuk bersorak dalam sukacita ketika diberkati. Seperti Nettie Dudley Washington yang menuliskan kerinduannya akan Tuhan, dan Michael English yang menyanyikannya dengan penuh gairah, saya diajak untuk meninggalkan jejak iman dalam hidup saya sendiri.
Mari kita jadikan lagu ini sebagai pengingat untuk tetap setia mengejar “kota kemuliaan,” sambil hidup dengan kasih dan kekudusan di dunia ini. Dan ketika kita akhirnya tiba di hadapan Yesus, semoga kita dapat berlutut, berseru “Holy,” dan memuji-Nya dengan sorak “Glory” yang penuh sukacita.