Di tengah gejolak ekonomi global yang tak menentu, Indonesia menemukan seorang pemimpin baru di Kementerian Keuangan: Purbaya Yudhi Sadewa. Dilantik pada 8 September 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto, Purbaya menggantikan Sri Mulyani Indrawati, seorang tokoh ikonik yang telah lama menjadi penjaga kestabilan fiskal negara. Namun, Purbaya bukanlah sosok biasa. Sebagai seorang teknokrat dengan latar belakang teknik dan ekonomi, ia membawa gaya kepemimpinan yang unik—seperti seorang koboi di padang ekonomi yang liar. Gaya koboi-nya, yang penuh keberanian dan ketegasan, dipadukan dengan cara bicara ceplas-ceplos yang apa adanya, membuatnya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dalam waktu singkat, ia telah menunjukkan bahwa keberanian bukan hanya tentang menghadapi musuh, tapi juga tentang membersihkan rumah sendiri demi kemajuan bangsa.
Lahir pada 7 Juli 1964, Purbaya adalah perpaduan antara ilmu teknik dan ekonomi yang solid. Ia menyelesaikan gelar sarjana di Teknik Elektro dari Institut Teknologi Bandung (ITB), sebuah institusi prestisius yang melahirkan banyak inovator Indonesia. Tak berhenti di situ, ia melanjutkan studi ke Universitas Purdue di Indiana, Amerika Serikat, di mana ia meraih gelar Master of Science (MSc) dan Doktor di bidang Ilmu Ekonomi. Karirnya dimulai sebagai analis keuangan, kemudian naik ke posisi kunci seperti Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), di mana ia bertanggung jawab menjaga stabilitas sistem perbankan nasional. Pengalaman ini membentuknya menjadi seorang pemimpin yang tak hanya paham teori, tapi juga praktik di lapangan. Saat diangkat menjadi Menteri Keuangan, banyak yang terkejut—termasuk dirinya sendiri, seperti yang ia akui dalam wawancara dengan Bloomberg. “Saya terkejut menerima panggilan dari istana,” katanya, tapi ia langsung siap “menyuntikkan turbo” ke pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Apa yang membuat Purbaya dijuluki “koboi ekonomi”? Bayangkan seorang koboi di film-film Barat: berani menghadapi badai pasir, menunggang kuda liar, dan tak ragu menarik pelatuk untuk melindungi desanya. Begitulah Purbaya dalam menghadapi tantangan fiskal. Baru sebulan menjabat, ia sudah menggelontorkan stimulus Rp200 triliun ke bank-bank negara (HIMBARA) melalui Bank Indonesia. Tujuannya? Mempercepat pertumbuhan konsumsi rumah tangga hingga melampaui 5,5 persen pada kuartal keempat 2025. Ini bukan sekadar angka; ini adalah keberanian untuk mengambil risiko di saat ekonomi global melambat. “Kita perlu dorongan ekstra untuk menjaga momentum,” katanya tegas. Gaya koboi-nya terlihat saat ia memprediksi pengangguran akan turun drastis menjelang akhir tahun, membuat masyarakat lebih mudah mencari kerja. Ia bukan tipe pemimpin yang menunggu angin berubah; ia adalah koboi yang memacu kudanya maju, meski medan terjal.
Tak kalah menonjol adalah sifat ceplas-ceplosnya, yang membuatnya dijuluki “plain speaking economist” oleh media internasional seperti Reuters. Purbaya tak suka bertele-tele; ia bicara apa adanya, meski itu menyakitkan. Contoh nyata adalah saat ia mengungkap dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di bank hingga Rp234 triliun per September 2025. Data ini, yang ia klaim berasal dari Bank Indonesia, langsung memicu kontroversi. Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution membantah saldo kasnya hanya Rp990 miliar, sementara Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menolak tudingan dana Rp4,1 triliun mengendap di wilayahnya. Tapi Purbaya tak mundur. “Tanya saja ke bank sentral, data dari sana. Mungkin anak buahnya yang ngibulin dia,” katanya blak-blakan. Ini bukan sekadar kritik; ini adalah panggilan untuk transparansi. Ia bahkan menantang para gubernur untuk memeriksa sendiri, tanpa ragu-ragu. Gaya ini menginspirasi karena menunjukkan bahwa kejujuran adalah senjata terbaik melawan ketidakefisienan. Di era di mana banyak pemimpin memilih kata-kata manis, Purbaya memilih kebenaran pahit demi perbaikan.
Keberanian Purbaya tak berhenti di situ. Sebagai menteri, ia berani menyentuh isu-isu sensitif seperti under invoicing di Bea Cukai—praktik melaporkan nilai barang impor lebih rendah untuk hindari pajak. “Sistem sudah terintegrasi, tapi pengawasannya belum optimal,” katanya, sambil mengumumkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk mempersempit ruang curang. Ia juga menyiapkan Rp20 triliun untuk memutihkan tunggakan BPJS Kesehatan, meminta BPJS memperbaiki tata kelola agar “yang bocor dibetulkan.” Tak lupa, ia menghentikan impor pakaian bekas dengan mem-blacklist importir, demi melindungi industri tekstil dan UMKM lokal. “Pasar thrifting tetap hidup, tapi dari produsen dalam negeri,” tegasnya. Langkah-langkah ini menunjukkan keberaniannya menghadapi lobi kuat, seperti geng impor/ekspor dan mafia pajak. Bahkan, saat ada ancaman terhadap keluarganya, Presiden memerintahkan Kopassus menjaganya—bukti bahwa keberaniannya diakui hingga level tertinggi.
Apa yang membuat Purbaya begitu inspiratif? Di usia 61 tahun, ia membuktikan bahwa teknokrat bisa berubah menjadi pejuang. Ia bukan politisi karir, tapi seorang insinyur-ekonom yang bangkit dari “panggilan mendadak” untuk merevitalisasi ekonomi. Optimismenya contagius: Ia yakin ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas 5,5 persen pada 2025, melampaui negara-negara G20. Bagi generasi muda, Purbaya adalah teladan bahwa keberanian dimulai dari pendidikan solid dan integritas. “Jangan takut bicara benar, meski itu melawan arus,” seolah pesannya. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia bukan lagi negara yang bertahan, tapi yang menyerang—seperti koboi yang menjinakkan kuda liar.
Purbaya Yudhi Sadewa adalah harapan baru. Dengan gaya koboi-nya yang berani, ceplas-ceplos yang jujur, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia mengajak kita semua untuk percaya: Indonesia bisa lebih baik. Mari kita dukung perjuangannya, karena di tangannya, masa depan keuangan negara bukan lagi mimpi, tapi realitas yang sedang dibangun.
“Saya tidak akan menyerang siapapun, tapi saya juga tdk akan lari dari kebenaran. Ini bukan perang politik, tapi ini perang melawan ketakutan.”
Purbaya Yudhi Sadewa