Untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua tahun perang yang brutal, kabar tentang gencatan senjata antara Israel dan Hamas menembus langit penuh asap di atas Jalur Gaza. Dunia menahan napas ketika kedua pihak mengumumkan bahwa mereka akhirnya menyetujui fase pertama dari kesepakatan Gaza, yang diharapkan menjadi pintu masuk menuju penghentian perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.
Kesepakatan itu mencakup beberapa poin penting: penghentian serangan militer, pembebasan sandera Israel oleh Hamas, pertukaran tahanan Palestina, penarikan pasukan Israel dari sebagian wilayah Gaza, serta masuknya bantuan kemanusiaan besar-besaran untuk warga sipil yang selama ini hidup dalam kondisi mengenaskan.
Meski baru langkah awal, dunia internasional menyambutnya sebagai momen bersejarah—sebuah titik cahaya setelah begitu lama dunia menyaksikan penderitaan di Gaza tanpa solusi nyata.
Isi Kesepakatan: Fase Pertama dari Jalan Panjang Perdamaian
Menurut laporan dari Reuters dan Associated Press, kesepakatan ini akan dilaksanakan secara bertahap. Dalam 24 jam setelah persetujuan resmi kabinet Israel, pasukan Israel akan mulai menarik diri ke “garis yang disepakati”, meninggalkan sejumlah wilayah Gaza yang sebelumnya menjadi medan perang sengit. Dalam waktu 72 jam, Hamas dijadwalkan untuk melepaskan setidaknya 20 sandera Israel yang masih hidup, sebagai bagian dari pertukaran dengan tahanan Palestina yang akan dibebaskan dari penjara Israel.
Selain itu, bantuan kemanusiaan akan mengalir masuk ke Gaza melalui jalur Rafah dan Karem Abu Salem, di bawah pengawasan lembaga internasional. Ini mencakup pasokan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan tenda darurat bagi lebih dari dua juta warga Gaza yang kini hidup di reruntuhan.
Meski masih disebut sebagai “fase pertama”, banyak diplomat percaya bahwa kesepakatan ini bisa menjadi landasan bagi perundingan yang lebih luas tentang masa depan Gaza—termasuk soal pemerintahan pascaperang, pelucutan senjata Hamas, dan jaminan keamanan Israel.
Gaza Menyambut dengan Tangis dan Nyanyian
Begitu kabar kesepakatan diumumkan, suasana Gaza berubah drastis. Di jalan-jalan Khan Younis dan Rafah, orang-orang keluar dari tempat perlindungan mereka, menangis, memeluk keluarga, dan meneriakkan doa. Seorang ibu muda bernama Huda al-Khaldi, yang kehilangan dua anaknya dalam serangan udara bulan lalu, berkata kepada wartawan, “Kalau ini benar-benar akhir perang, biarlah dunia tahu—kami tidak ingin menang, kami hanya ingin hidup.”
Suasana serupa juga tampak di kota Gaza, meskipun sebagian wilayah masih tertutup puing-puing. Beberapa anak terlihat bermain di antara reruntuhan gedung sambil membawa bendera putih. “Mereka tidak tahu arti politik, tapi mereka tahu arti diamnya suara bom,” tulis seorang jurnalis lokal di X (Twitter).
Namun, harapan itu masih diiringi kehati-hatian. Beberapa jam setelah pengumuman, laporan muncul bahwa serangan udara masih terjadi di beberapa titik utara Gaza, kemungkinan sebagai “operasi terakhir” sebelum kesepakatan diberlakukan penuh. Penduduk berharap ini benar-benar akhir dari kengerian yang tak berhenti sejak Oktober dua tahun silam.
Israel: Antara Kelegaan dan Ketegangan Politik
Di sisi lain perbatasan, suasana di Israel diwarnai kelegaan dan emosi mendalam. Keluarga para sandera berkumpul di Tel Aviv dan Yerusalem, banyak di antara mereka menangis ketika mendengar bahwa pembebasan pertama akan segera dimulai. Di “Hostage Square”, ratusan orang menyalakan lilin dan menyanyikan lagu-lagu doa.
“Selama dua tahun kami tidak bisa tidur. Kini kami bisa bernapas lagi, walau sedikit,” ujar Ruth Dahan, ibu dari seorang sandera berusia 23 tahun yang ditangkap pada 2023.
Namun di balik euforia, politik Israel bergolak. Beberapa anggota kabinet menilai kesepakatan ini terlalu lunak terhadap Hamas. Mereka khawatir gencatan senjata akan dimanfaatkan Hamas untuk memperkuat posisinya. Perdana Menteri Israel menghadapi tekanan besar—antara tuntutan keluarga sandera untuk membawa pulang orang-orang yang mereka cintai, dan desakan kelompok garis keras untuk “menyelesaikan perang sepenuhnya”.
Sementara itu, militer Israel (IDF) mengonfirmasi bahwa mereka mulai mempersiapkan reposisi pasukan dan membuka jalur aman bagi organisasi kemanusiaan internasional. Namun juru bicara IDF menegaskan bahwa pasukan “tetap siaga penuh” jika Hamas melanggar perjanjian.
Dunia Menyambut, Namun Tetap Waspada
Reaksi internasional cepat berdatangan. Presiden Amerika Serikat memuji kesepakatan ini sebagai “langkah nyata menuju perdamaian yang telah lama diharapkan”. Uni Eropa menyerukan agar semua pihak “menahan diri dan memastikan bantuan benar-benar sampai ke rakyat Gaza”. Sementara PBB menyebut perjanjian ini sebagai “peluang langka untuk memulai kembali proses politik yang sempat mati total”.
Namun di balik perayaan diplomatik, banyak pengamat mengingatkan bahwa fase pertama hanyalah pintu masuk. Tantangan besar justru ada di depan: bagaimana memastikan kesepakatan ini tidak runtuh seperti banyak kesepakatan sebelumnya.
Pertanyaan mendasar tetap menggantung: siapa yang akan memerintah Gaza setelah ini? Apakah Hamas akan mempertahankan kendali? Apakah akan ada pasukan penjaga perdamaian internasional? Bagaimana Israel memastikan keamanannya tanpa mengulangi blokade yang melumpuhkan Gaza?
Harapan yang Rapuh, Tapi Nyata
Meski masih rapuh, kesepakatan ini membawa harapan baru—bagi mereka yang selama ini hidup di bawah sirene roket dan bayangan tank. Di Gaza, anak-anak mungkin malam ini bisa tidur tanpa suara ledakan. Di Israel, keluarga para sandera menunggu dengan jantung berdebar, berharap pintu akan diketuk oleh wajah yang lama mereka rindukan.
Sejarah telah menunjukkan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak pernah datang dengan mudah. Tapi setiap kesepakatan, sekecil apa pun, adalah pengingat bahwa manusia masih mampu memilih kehidupan di atas kematian.
Dan di antara reruntuhan Gaza yang masih berasap, mungkin—untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama—ada seseorang yang berani berbisik: “Besok mungkin akan lebih baik.”
Sumber Referensi
- Reuters — “Israel and Hamas agree Gaza ceasefire, return hostages” (9 Oktober 2025)
- Associated Press — “Israel and Hamas will exchange hostages and prisoners after agreeing to 1st phase of Gaza peace plan”
- The Guardian — “First phase of ceasefire deal to end war in Gaza agreed by Israel and Hamas”
- Washington Post — “Live: Israel-Hamas Gaza deal and ceasefire coverage”
- Le Monde — “Israeli army prepares to implement first phase of Gaza plan”