Maurits Ver Huell di Banda: Seorang Pencinta dan Ahli Sejarah Alam

Share:

Pada akhir abad ke-18, bukanlah hal yang aneh bagi anggota keluarga terkemuka di Gelderland untuk memilih karier di bidang militer atau angkatan laut. Salah satu dari mereka adalah Quirijn Maurits Rudolph (Maurits) Ver Huell (1787-1860), yang pada tahun 1803 memulai kariernya di angkatan laut. Dalam perjalanan kariernya, ia melakukan dua pelayaran ke Hindia Belanda. Pelayaran pertamanya berakhir di São Salvador, Brasil, di mana kapalnya disita dan awaknya ditahan dari November 1807 hingga Juli 1810. Namun, dalam pelayaran keduanya (1815-1819), ia akhirnya mencapai Hindia Belanda dan bertugas sebagai perwira pertama, kemudian menjadi komandan sementara kapal perang Admiraal Evertsen.

Kapal ini merupakan bagian dari skuadron Hindia Timur Belanda yang dikirim untuk mengambil alih pemerintahan di kepulauan Hindia dari tangan Inggris, yang telah berkuasa sejak 1811. Setelah kembali ke Belanda, Ver Huell melanjutkan kariernya di angkatan laut sebagai kepala perlengkapan dan akhirnya menjadi direktur galangan kapal angkatan laut di Rotterdam. Selama tahun-tahun ini, ia menuliskan kenangan perjalanannya dalam bentuk cerita perjalanan yang dilengkapi dengan banyak lukisan cat air. Pada tahun 1835 dan 1836, ia menerbitkan “Herinneringen van eene reis naar de Oost-Indiën” (Kenangan dari Perjalanan ke Hindia Timur) dalam dua volume dan pada tahun 1841 menerbitkan “Mijne eerste zeereis“(Perjalanan Laut Pertamaku).

Perjalanan ke Banda

Pada 24 Maret 1817, kapal Admiraal Evertsen berlayar dari Ambon menuju Kepulauan Banda untuk mengambil alih pemerintahan dari Inggris. Dalam perjalanan, komandan kapal, D.H. Dietz, meninggal mendadak, sehingga Ver Huell mengambil alih komando. Ini menjadi kesempatan baginya untuk membuktikan kemampuannya sebagai pemimpin, meskipun pengalamannya di laut masih terbatas. Ia tiba di Banda pada 27 Maret dan tinggal di sana selama lima minggu, hingga 30 April 1817.

Dalam catatannya, Ver Huell menggambarkan kedatangannya di perairan Neira dengan sangat rinci. Kapalnya disambut oleh perahu-perahu kerajaan yang dihiasi dengan meriah, diiringi nyanyian dan musik khas masyarakat setempat. Ia menggambarkan pemandangan yang menakjubkan: perahu-perahu yang dihias, suara alat musik yang asing di telinganya, gunung berapi yang menjulang dengan asap belerangnya, serta benteng Hollandia yang megah. Ia bahkan membuat sketsa pemandangan ini dan kemudian mengubahnya menjadi lukisan cat air setelah kembali ke Belanda. Secara total, Ver Huell membuat sekitar seratus lukisan cat air berdasarkan sketsa dan kenangannya, yang ia kumpulkan dalam sebuah album berjudul Schilderachtige Ophelderingen der Herinneringen van eene Reis naar de Oost-Indiën (Ilustrasi Indah dari Kenangan Perjalanan ke Hindia Timur).

QMR Ver Huell, Kapal Yang Mulia Laksamana Evertzen, disambut oleh penduduk Banda (Arsip Gelders, koleksi Ver Huell, 0490-60, f. 112). Gambar sketsa yang rumit. Perahu dari kota Lontor digambarkan dengan jelas: ia mengibarkan bendera merah di tengah kapal bersama singa Belanda yang konon pernah diberikan kepada penduduk Lontor oleh JP Coen.

Minat pada Ilmu Alam dan Perjalanan Ilmiah

Ver Huell sangat terinspirasi oleh ekspedisi ilmiah yang dilakukan oleh Laksamana J. Dumont d’Urville antara tahun 1826-1829 di Samudra Pasifik. Melalui pamannya di Paris, ia memperoleh koleksi buku dan atlas ilustrasi dari ekspedisi tersebut, yang mencakup laporan ilmiah tentang flora, fauna, serta kebudayaan masyarakat yang dikunjungi. Ver Huell kagum dengan dokumentasi yang dibuat oleh para ilmuwan dan seniman ekspedisi Prancis, dan hal ini memotivasinya untuk menyusun album ilustrasi sendiri berdasarkan perjalanannya di Hindia Belanda.

Namun, berbeda dengan ekspedisi Prancis dan Inggris yang didanai oleh pemerintah mereka untuk tujuan ilmiah, perjalanan Ver Huell tidak ditujukan untuk penelitian. Ia bukanlah seorang ilmuwan profesional, melainkan seorang amatir yang mendokumentasikan pengamatannya selama waktu luangnya. Meski begitu, karyanya tetap memiliki nilai sejarah dan estetika yang tinggi.

Belanda dan Ketertinggalan dalam Penelitian Ilmiah

Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, Inggris dan Prancis telah lebih dahulu mengembangkan ekspedisi ilmiah untuk memetakan flora, fauna, dan sumber daya alam di berbagai wilayah yang mereka jajaki. Koleksi yang dihasilkan dari ekspedisi ini bukan hanya untuk kepentingan akademik, tetapi juga untuk mendukung ekspansi kolonial mereka. Sementara itu, Belanda masih tertinggal dalam bidang ini. Setelah runtuhnya VOC, Belanda lebih fokus pada administrasi kolonial di Jawa dan daerah sekitarnya, tanpa ada ambisi besar untuk melakukan eksplorasi ilmiah di wilayah-wilayah terpencil.

Meskipun Raja Willem I mencoba mengejar ketertinggalan dengan menunjuk C.G.C. Reinwardt untuk melakukan penelitian pertanian dan alam di Hindia Belanda pada 1815, upaya ini masih jauh dari sistematis dibandingkan dengan ekspedisi ilmiah Inggris dan Prancis. Karena itu, cerita perjalanan seperti yang ditulis oleh Ver Huell tidak mendapat perhatian luas di Belanda pada masanya.

QMR Ver Huell, Bandanese Blekkang (Arsip Gelders, koleksi Ver Huell, 0490-60, f. 134). Gambar sketsa. Ver Huell, sebagai komisaris pengambilalihan Banda, ditemani dalam blekkang atau kursi sedannya oleh seorang budak yang memegang payung di atas kepalanya sebagai tanda martabatnya.

Kontribusi Ver Huell dalam Sastra dan Seni

Ver Huell menulis dengan sudut pandang yang romantis, lebih menyoroti keindahan alam, nostalgia, dan pengalaman pribadi dibandingkan pendekatan ilmiah atau kritis terhadap kondisi sosial-ekonomi setempat. Dia menggambarkan nootmuskaat-perken (perkebunan pala) sebagai lanskap arcadia yang indah, mengabaikan realitas kolonial seperti sistem perbudakan dan eksploitasi tenaga kerja pribumi.

Meskipun bukan ilmuwan dalam arti modern, Ver Huell mengumpulkan berbagai spesimen flora dan fauna dengan antusiasme seorang naturalis abad ke-18. Koleksi tersebut lebih menyerupai kabinet keingintahuan (Wunderkammer) daripada penelitian ilmiah. Hal ini menunjukkan perbedaan pendekatan antara naturalis era Romantisisme dengan ilmuwan era Pencerahan yang lebih analitis.

Ver Huell melihat pribumi, khususnya perempuan, sebagai “anak-anak alam” yang polos dan eksotis. Sikap ini mencerminkan orientalisme khas kolonial, di mana penduduk asli digambarkan sebagai bagian dari lanskap yang menawan tetapi tetap diposisikan dalam hierarki yang lebih rendah dibandingkan orang Eropa.

Meskipun Banda mengalami kemunduran akibat bencana alam dan persaingan dari perkebunan Inggris, Ver Huell tidak menyoroti aspek ini dalam catatannya. Ia lebih tertarik pada keindahan pemandangan dan pengalaman pribadinya daripada memahami dampak kolonialisme pada kehidupan masyarakat setempat.

Kesimpulan

Maurits Ver Huell mungkin bukan seorang ilmuwan atau penjelajah besar seperti rekan-rekannya dari Prancis atau Inggris, tetapi karyanya memberikan gambaran unik tentang kehidupan di Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Perjalanannya ke Banda bukan hanya mencatat peristiwa sejarah pengambilalihan dari Inggris, tetapi juga menjadi bukti dari kekagumannya terhadap keindahan alam dan budaya di kepulauan rempah-rempah ini. Meskipun ia menyesalkan keterbatasan ekspedisinya, catatan dan ilustrasi yang ditinggalkannya tetap menjadi warisan berharga bagi sejarah eksplorasi di Nusantara.

Tulisan ini merefleksikan cara pandang seorang kolonial Belanda terhadap Hindia Belanda, yang lebih menitikberatkan pada keindahan alam dan pengalaman subjektif dibandingkan realitas sosial dan ekonomi. Sikap Ver Huell yang mengidealisasi lanskap dan penduduk lokal mencerminkan romantisme kolonial, yang sering kali mengabaikan aspek eksploitasi dan ketidakadilan di wilayah jajahan.


Liefhebber, meer dan kenner der Natuurlijke Historie: Maurits Ver Huell op BandaHans Straver


error: Content is protected !!