Dalam dunia kepemimpinan yang seringkali didominasi oleh metrik kinerja dan perolehan keuntungan, Simon Sinek menawarkan perspektif yang menyegarkan dan mendalam melalui bukunya, Leaders Eat Last: Why Some Teams Pull Together and Others Don’t. Sinek menantang gagasan konvensional bahwa seorang pemimpin diukur dari banyaknya pengikut yang dimilikinya. Sebaliknya, ia berargumen bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang mampu melahirkan lebih banyak pemimpin, bukan hanya sekadar mengumpulkan pengikut. Inti dari gagasan ini adalah penciptaan lingkungan di mana individu merasa aman, dihargai, dan diberdayakan untuk tumbuh dan memimpin diri mereka sendiri serta orang lain.
Lingkaran Keamanan (The Circle of Safety): Fondasi Kepemimpinan yang Menginspirasi
Sinek memperkenalkan konsep fundamental “Lingkaran Keamanan” (Circle of Safety) sebagai prasyarat bagi tumbuhnya kepemimpinan otentik. Lingkaran ini adalah lingkungan di mana karyawan merasa terlindungi dari ancaman internal seperti politik kantor, rasa tidak aman dalam pekerjaan, atau manajemen yang tidak suportif. Ketika para pemimpin menciptakan lingkungan yang aman ini, karyawan dapat mencurahkan energi mereka untuk menghadapi tantangan eksternal—kompetisi, inovasi, dan melayani pelanggan—alih-alih mengkhawatirkan keselamatan mereka di dalam organisasi.
Rasa aman ini dipupuk oleh kepercayaan dan kerja sama. Secara biologis, Sinek menjelaskan bagaimana neurokimia seperti oksitosin (hormon ikatan dan kepercayaan) dilepaskan dalam lingkungan yang aman dan kolaboratif, sementara kortisol (hormon stres) berkurang. Pemimpin yang empatik dan suportif mendorong pelepasan oksitosin, yang pada gilirannya meningkatkan rasa memiliki, loyalitas, dan kesediaan untuk berkorban bagi tim. Sebaliknya, lingkungan yang didorong oleh rasa takut atau tekanan akan memicu kortisol, menghambat kreativitas, kepercayaan, dan pada akhirnya, kinerja jangka panjang.
Dari Pengikut Menjadi Pemimpin: Peran Pemimpin Sejati
Gagasan bahwa pemimpin melahirkan pemimpin lain bermuara pada bagaimana pemimpin sejati memandang tanggung jawab mereka. Ini bukan tentang memiliki semua jawaban atau menjadi pusat kekuasaan. Sebaliknya, ini adalah tentang menginvestasikan diri pada pertumbuhan dan pengembangan orang lain.
- Pemberdayaan dan Otonomi: Pemimpin sejati tidak hanya memberikan perintah, tetapi juga memberdayakan tim mereka dengan otonomi dan tanggung jawab. Mereka mempercayai kemampuan anggota tim untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah, memungkinkan mereka untuk belajar dan berkembang melalui pengalaman.
- Mentor dan Pelatih: Alih-alih menjadi bos, pemimpin yang efektif bertindak sebagai mentor dan pelatih. Mereka memberikan bimbingan, dukungan, dan umpan balik konstruktif, membantu individu mengidentifikasi kekuatan mereka dan mengatasi kelemahan.
- Menciptakan Budaya Percaya: Di dalam Lingkaran Keamanan, anggota tim merasa cukup aman untuk mengambil risiko, membuat kesalahan, dan belajar darinya tanpa takut akan hukuman. Ini adalah lingkungan yang penting untuk eksperimen dan inovasi, yang merupakan bahan bakar bagi tumbuhnya inisiatif kepemimpinan.
- Memimpin dengan Teladan: Pemimpin sejati mendemonstrasikan nilai-nilai yang ingin mereka lihat pada orang lain: integritas, empati, dan keberanian untuk menempatkan kebutuhan tim di atas kebutuhan pribadi. Ketika pemimpin “makan paling akhir”—yaitu, memprioritaskan kesejahteraan tim mereka—mereka menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Studi Kasus dan Contoh Nyata
Sinek mengilustrasikan prinsip-prinsip ini dengan berbagai contoh nyata:
- Korps Marinir A.S.: Model kepemimpinan mereka berakar pada gagasan bahwa perwira makan paling akhir, memastikan bahwa semua prajurit telah makan dan dirawat terlebih dahulu. Ini menumbuhkan kepercayaan dan kesiapan untuk berkorban satu sama lain di medan perang.
- Barry-Wehmiller (Bob Chapman): CEO Bob Chapman menerapkan budaya “Circle of Safety” di mana karyawan merasa dihargai dan aman, bahkan di tengah krisis ekonomi. Hasilnya adalah loyalitas yang luar biasa, inovasi, dan profitabilitas jangka panjang, menunjukkan bahwa mengutamakan orang akan menghasilkan angka yang baik.
- Kapten Marquet dari kapal selam USS Santa Fe: Dengan mengubah gaya kepemimpinannya dari memberi perintah menjadi melatih dan memberdayakan kru, ia mengubah salah satu kapal selam berkinerja terburuk menjadi yang terbaik, membuktikan bahwa memberikan kontrol kepada orang lain dapat melahirkan inisiatif dan kepemimpinan di setiap tingkatan.

Relevansi Kepemimpinan “Leaders Eat Last” di Indonesia
Konsep kepemimpinan ala Simon Sinek sangat relevan dan dapat diterapkan di Indonesia, meskipun ada konteks budaya dan sosial yang perlu diperhatikan. Budaya gotong royong dan kekeluargaan yang kuat di Indonesia secara inheren memiliki elemen-elemen dari “Lingkaran Keamanan” dan prinsip “Leaders Eat Last.”
Namun, tantangannya adalah ketika struktur hierarkis yang kental dan budaya “senioritas” mendominasi, potensi untuk melahirkan pemimpin baru seringkali terhambat. Di banyak organisasi atau institusi, pengambilan keputusan masih sangat terpusat, dan inisiatif dari bawahan kurang dihargai atau bahkan ditakuti. Ini dapat menciptakan lingkungan di mana karyawan cenderung menjadi “pengikut setia” yang hanya menunggu arahan, alih-alih mengambil inisiatif dan mengembangkan potensi kepemimpinan mereka.
Penerapan prinsip “Leaders Eat Last” di Indonesia membutuhkan:
- Pergeseran Paradigma: Dari pemimpin yang hanya memberi perintah menjadi pemimpin yang melayani dan memberdayakan. Ini berarti pemimpin harus bersedia mendengarkan, memberikan ruang bagi ide-ide baru, dan tidak takut jika bawahan menjadi lebih baik dari mereka.
- Membangun Kepercayaan: Di negara di mana formalitas dan pangkat seringkali menjadi penghalang, pemimpin harus secara aktif membangun jembatan kepercayaan dengan menunjukkan empati, integritas, dan konsistensi.
- Investasi dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia: Bukan hanya dalam pelatihan teknis, tetapi juga dalam pengembangan karakter, keterampilan berpikir kritis, dan kemampuan mengambil keputusan bagi individu di setiap tingkatan.
- Mendorong Budaya Transparansi dan Akuntabilitas: Dengan Lingkaran Keamanan, kesalahan dilihat sebagai peluang belajar, bukan alasan untuk mencari kambing hitam. Ini mendorong setiap orang untuk berani bertanggung jawab dan belajar dari pengalaman.
Pemimpin Indonesia yang menerapkan prinsip ini akan mampu menciptakan organisasi yang tidak hanya tangguh dalam menghadapi tantangan, tetapi juga mampu berinovasi dan tumbuh secara berkelanjutan, karena mereka memiliki tim yang terdiri dari individu-individu yang berdaya dan berjiwa pemimpin. Ini adalah kunci untuk mewujudkan potensi penuh bangsa.
Dampak Jangka Panjang: Organisasi yang Resilien dan Bertumbuh
Organisasi yang menerapkan filosofi “Leaders Eat Last” cenderung lebih tangguh, adaptif, dan berkelanjutan. Ketika setiap anggota tim merasa menjadi bagian penting dari sesuatu yang lebih besar dan diberdayakan untuk memimpin, mereka tidak hanya termotivasi, tetapi juga berinvestasi secara emosional dalam keberhasilan organisasi. Ini menciptakan spiral positif di mana kepercayaan melahirkan keberanian, keberanian mendorong inovasi, dan inovasi membawa pada pertumbuhan berkelanjutan, yang semuanya dipupuk oleh kepemimpinan yang berfokus pada pengembangan manusia.
Pada akhirnya, pesan inti dari Leaders Eat Last adalah seruan untuk kembali ke dasar-dasar kemanusiaan dalam kepemimpinan. Ini bukan tentang karisma atau kekuasaan, melainkan tentang tanggung jawab untuk melindungi dan memelihara orang-orang di bawah kepemimpinan Anda. Dengan demikian, Anda tidak hanya akan menciptakan pengikut yang setia, tetapi juga melahirkan gelombang pemimpin baru yang siap menghadapi tantangan masa depan, membangun dunia kerja yang lebih baik, satu lingkaran keamanan pada satu waktu.
Biodata Penulis: Simon Sinek, Sang Optimis yang Menginspirasi
Simon Oliver Sinek lahir pada 9 Oktober 1973 di Wimbledon, London, Inggris. Masa kecilnya dihabiskan berpindah-pindah di berbagai negara seperti Johannesburg, London, dan Hong Kong, sebelum akhirnya keluarganya menetap di Amerika Serikat. Latar belakang global ini mungkin telah membentuk perspektifnya yang luas tentang budaya dan perilaku manusia.
Sinek menempuh pendidikan tinggi di Brandeis University, di mana ia meraih gelar BA dalam bidang antropologi budaya. Pengetahuannya tentang antropologi—studi tentang manusia dan masyarakat—memberinya lensa unik untuk memahami pola-pola perilaku yang membentuk organisasi dan kepemimpinan. Ia kemudian sempat mempelajari hukum di City, University of London, sebelum akhirnya beralih ke dunia periklanan dan mendirikan perusahaannya sendiri, SinekPartners.

Simon Sinek dikenal luas sebagai seorang pembicara inspirasional, konsultan organisasi, dan penulis buku-buku best-seller. Ia adalah seorang optimis tak tergoyahkan yang percaya pada kemampuan kita untuk membangun masa depan yang lebih baik bersama-sama.
Popularitasnya melejit setelah TED Talk pertamanya pada tahun 2009, “Start with Why,” yang menjadi salah satu TED Talk paling banyak ditonton sepanjang masa. Dalam ceramah ini, ia memperkenalkan konsep “Lingkaran Emas” (Golden Circle)—gagasan bahwa organisasi dan individu yang paling inspiratif memulai dengan mengapa mereka melakukan sesuatu, bukan apa atau bagaimana.
Selain Leaders Eat Last, buku-buku karyanya yang lain termasuk Start with Why (2009) dan The Infinite Game (2019). Melalui karya-karyanya, Sinek secara konsisten mendorong para pemimpin dan organisasi untuk mengutamakan manusia, membangun kepercayaan, dan menciptakan lingkungan di mana setiap orang merasa terinspirasi, aman, dan terpenuhi dalam pekerjaan mereka. Ia juga merupakan pendiri The Optimism Company, sebuah perusahaan pembelajaran dan pengembangan kepemimpinan, serta menerbitkan pemikir dan pelaku inspiratif lainnya melalui kemitraan penerbitannya, Optimism Press.
Sinek juga sering berkolaborasi dengan berbagai cabang Angkatan Bersenjata AS dan lembaga pemerintah, serta merupakan anggota staf tambahan di RAND Corporation, salah satu lembaga think tank paling terkemuka di dunia. Pemikiran dan filosofinya telah membentuk cara pandang jutaan orang terhadap kepemimpinan dan tujuan hidup.
Buku “Leaders Eat Last: Why Some Teams Pull Together and Others Don’t” karya Simon Sinek pertama kali diterbitkan pada 7 Januari 2014. Penerbit utamanya adalah Portfolio, sebuah imprint dari Penguin Publishing Group (atau dikenal juga sebagai Penguin Random House).