Suara Rakyat Menggugat: Tolak Kekerasan, Desak Keadilan dan Perubahan Negara

Share:

Di tengah duka mendalam atas kematian Afan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas akibat dilindas kendaraan taktis Brimob pada demonstrasi 28 Agustus 2025, serta ratusan korban kekerasan lainnya, lebih dari 20 organisasi masyarakat sipil Indonesia—termasuk Kontras, PSHK, Greenpeace Indonesia, IM57, Lokataru Foundation, Amnesty International Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, Amar Law Firm, LBH Pers, ICJR, KPA, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Sakti, Kaukus Aktivis Perempuan, FSBB Kasbi, ISFOP, ICW, Perempuan Mahardika, Asia Justice and Rights, PPMAN, Perludem, dan Elsam—menyatakan sikap bersama.

Pernyataan ini menyoroti pola kekerasan negara yang berulang, pembiaran impunitas, dan kegagalan institusi negara dalam melindungi hak konstitusional warga. Kami mengecam brutalitas aparat kepolisian sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang sistematis, termasuk extrajudicial killing, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, dan penggunaan kekuatan berlebih (excessive use of force). Kekerasan ini bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di daerah seperti Sorong, Papua, dan berbagai wilayah konflik agraria.

Kami menuntut perubahan mendasar untuk menyelamatkan demokrasi dan menghentikan represi negara. Berikut adalah tuntutan utama kami, yang mencakup pertanggungjawaban pidana, reformasi institusi, dan perubahan kebijakan:

  1. Bebaskan Seluruh Demonstran yang Ditahan: Segera bebaskan lebih dari 600 demonstran yang ditangkap secara sewenang-wenang di seluruh Indonesia, termasuk pelajar dan anak di bawah umur. Hentikan intimidasi seperti ancaman pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan skorsing sekolah. Penangkapan ini merupakan penculikan massal dan pelanggaran hak konstitusional untuk menyampaikan pendapat di muka umum.
  2. Hentikan Represi dan Tarik Pasukan Militer: Presiden Prabowo Subianto harus memerintahkan Polri menghentikan segala bentuk represi, termasuk tes urin paksa yang melanggar Undang-Undang Narkotika (Pasal 75 huruf I) dan hak sipil. Tarik mundur seluruh pasukan TNI dari pengamanan demonstrasi, karena hal ini memperluas peran militer di ruang sipil dan mengkhianati agenda reformasi.
  3. Adili dan Hukum Pelaku Kekerasan: Tangkap, adili, dan hukum secara transparan semua anggota polisi yang terlibat dalam kekerasan, termasuk pemberi perintah. Proses ini harus melalui pidana, bukan hanya etik atau permintaan maaf. Ini mencakup 55 korban kematian akibat kekerasan polisi dalam setahun terakhir, serta kasus seperti tragedi Kanjuruhan yang belum tuntas.
  4. Bentuk Tim Investigasi Independen: Presiden harus membentuk tim khusus independen untuk menyelidiki kekerasan pada demonstrasi 25 dan 28 Agustus 2025, termasuk kematian Afan Kurniawan dan Umar (yang masih dirawat). Libatkan Komnas HAM, Ombudsman, dan organisasi masyarakat sipil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
  5. Copot Kapolri dan Pemecatan Massal: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus mundur atau dicopot karena gagal mengubah watak represif dan militeristik Polri. Lakukan pemecatan massal di tingkat nasional, Kapolda, dan daerah yang sering terjadi bentrokan. Evaluasi total institusi Polri, termasuk pendidikan, pembudgetan, dan kepegawaian, untuk menghapus unsur militerisme.
  6. Reformasi Total Kepolisian: Lakukan reformasi sistematis agar Polri menjadi lembaga profesional, akuntabel, dan demokratis. Hentikan pendanaan berlebih untuk alat pengendali massa (seperti kendaraan taktis senilai 762,3 miliar rupiah dari pajak rakyat) yang digunakan untuk merepresi warga. Kedepankan pendekatan humanis dan persuasif dalam menangani protes.
  7. Sanksi bagi Anggota DPR Provokatif: Pimpinan partai dan DPR harus memberhentikan anggota yang memprovokasi kemarahan rakyat, seperti Ahmad Sahroni, Eko Hendro Purnomo, Adis Kadir, Deddy Sitorus, Nafa Urbach, Surya Utama, Rahayu Saraswati, dan Sigit Purnomo Samsudin Said. Hentikan perilaku tidak patut seperti dansa dan tarian saat membahas kenaikan tunjangan.
  8. Penuhi Tuntutan Rakyat dan Ubah Kebijakan: Atasi krisis lapangan kerja (termasuk status ojol sebagai pekerja, bukan mitra), batalkan Rancangan KUHP, hentikan Proyek Strategis Nasional yang merusak lingkungan dan hak masyarakat adat, batalkan kenaikan pajak dan tunjangan DPR. Sahkan RUU Perampasan Aset dengan partisipasi publik, dan terapkan kebijakan pajak berkeadilan.
  9. Lindungi Jurnalis dan Kebebasan Pers: Hentikan kekerasan terhadap jurnalis (38 kasus pada 2025) dan intervensi media, seperti larangan live report. Ini melanggar Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 dan hak konstitusional atas informasi. Proses hukum pelaku, bukan basa-basi permintaan maaf.
  10. Berikan Kompensasi dan Pemulihan Korban: Negara harus tanggung jawab penuh atas biaya pengobatan korban (termasuk gratiskan rumah sakit Pemprov DKI) dan berikan kompensasi. Ini termasuk korban di daerah pedesaan dan konflik agraria, di mana petani, perempuan, dan anak-anak sering menjadi korban.
  11. Proaktif dari Lembaga Independen: Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Ombudsman harus proaktif melakukan penyelidikan pro justitia atas dugaan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM berat. Pantau kontrol berlebih atas media sosial dan hentikan pembungkaman kebebasan berekspresi.
  12. Bubarkan Kementerian yang Gagal: Bubarkan Kementerian Hak Asasi Manusia karena gagal mencegah pelanggaran HAM oleh aparat negara sendiri.

Kami menyerukan solidaritas internasional, termasuk pelapor khusus PBB tentang kebebasan berekspresi, untuk menekan pemerintah Indonesia. Kekerasan ini adalah kegagalan negara dalam melindungi rakyat, diakibatkan sistem politik oligarki dan militeristik yang mengkhianati konstitusi. Rakyat Indonesia, jangan takut! Terus bersuara, bersatu, dan kawal perubahan. Panjang umur perjuangan! Salam solidaritas dari masyarakat sipil Indonesia.

Darurat Kekerasan Polisi: Adili Polisi Brutal, Saatnya Reformasi Polri dan Copot Kapolri || Yayasan LBH Indonesia
error: Content is protected !!