Pertanyaan tentang kematian manusia — apakah ditentukan sepenuhnya oleh Tuhan atau akibat kelalaian manusia — adalah pertanyaan eksistensial yang telah menghantui manusia sepanjang sejarah. Banyak orang Kristen bergulat dengan pertanyaan ini, terutama ketika menghadapi kematian tragis: kecelakaan, penyakit mendadak, atau bencana alam. Tak jarang, muncul jawaban instan: “Sudah kehendak Tuhan.” Tapi apakah benar begitu?
Apakah semua kematian adalah “takdir”? Apakah manusia tidak punya andil dalam mempertahankan hidupnya? Ataukah Allah berdaulat mutlak dan setiap detik hidup manusia sudah ditulis dan tak bisa diubah?
1. Kedaulatan Tuhan atas Kehidupan dan Kematian
Alkitab menegaskan bahwa Allah adalah penguasa mutlak atas hidup dan mati:
1 Samuel 2:6 (TB)
“TUHAN mematikan dan menghidupkan, Ia menurunkan ke dalam dunia orang mati dan mengangkat dari sana.”
Ulangan 32:39 (TB)
“Akulah yang mematikan dan menghidupkan, Aku telah meremukkan dan Aku yang menyembuhkan…”
Ayub 14:5 (TB)
“…jumlah bulannya sudah Engkau tetapkan, dan batas-batasnya sudah Engkau tentukan…”
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa Allah memiliki otoritas penuh atas hidup dan mati manusia, dan bahwa tidak ada kematian yang terjadi di luar pengetahuan atau izin-Nya.
Namun penting: otoritas ini tidak selalu berarti Tuhan “membunuh langsung” setiap orang, melainkan bahwa Ia berdaulat mengatur semua dalam rencana-Nya yang lebih besar.
2. Peran Manusia: Kebodohan, Dosa, dan Pilihan
Alkitab juga dengan jelas menunjukkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral dan praktis atas hidupnya. Banyak ayat memperingatkan bahwa hidup yang bodoh, sembrono, atau berdosa bisa membawa kematian lebih cepat.
Amsal 10:27 (TB)
“Takut akan TUHAN memperpanjang umur, tetapi tahun-tahun orang fasik diperpendek.”
Pengkhotbah 7:17 (TB)
“Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?”
1 Korintus 11:30 (TB)
“Itulah sebabnya banyak di antara kamu yang lemah dan sakit, dan tidak sedikit yang meninggal.”
Alkitab tidak hanya menunjukkan kedaulatan Tuhan, tetapi juga menekankan bahwa manusia memiliki tanggung jawab atas hidupnya sendiri. Ada berbagai cara bagaimana manusia berperan dalam mempercepat atau mengarahkan kehidupannya — bahkan menuju kematian:
- Mengabaikan Hikmat. Banyak peringatan Alkitab bersifat praktis — seperti hidup berhikmat, berhati-hati, dan memperhatikan bahaya. Ketika manusia memilih mengabaikan hikmat itu (misalnya mengemudi ugal-ugalan atau merusak tubuh dengan zat adiktif), maka kematian bisa menjadi konsekuensi langsung. || Amsal 22:3 — “Orang bijak melihat malapetaka lalu bersembunyi…”
- Hidup dalam Dosa yang Terus-Menerus. Dosa, khususnya yang tidak disadari atau tidak ditinggalkan, bisa membawa kepada kematian — baik secara rohani maupun jasmani. Perzinahan, kekerasan, kemabukan, bahkan ketidakpedulian rohani dapat menghancurkan hidup seseorang. || Roma 6:23 — “Sebab upah dosa ialah maut…”
- Mengabaikan Tubuh Sebagai Bait Allah. Tubuh bukan milik pribadi, melainkan bait Roh Kudus (1 Kor 6:19). Ketika manusia menyalahgunakan tubuh — lewat makanan tidak sehat, stres berlebihan, kurang tidur, atau gaya hidup ceroboh — maka tubuh bisa rusak lebih cepat. || 1 Korintus 3:17 — “…barangsiapa membinasakan bait Allah, Allah akan membinasakan dia…”
- Pengambilan Keputusan yang Bodoh. Tidak semua keputusan buruk adalah dosa, tapi bisa tetap membawa bencana. Orang yang secara sembrono menantang bahaya (misalnya: menolak pengobatan, memilih lingkungan berbahaya, atau bergaya hidup ekstrem) memperbesar kemungkinan menghadapi kematian lebih awal. || Pengkhotbah 7:17 — “Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?”
Bahaya Fatalisme: Iman Buta yang Membutakan Tanggung Jawab
Fatalisme adalah pandangan salah yang menyamar sebagai iman, tetapi sebenarnya melumpuhkan tanggung jawab manusia. Berikut tiga bahayanya:
- Melumpuhkan Usaha Bijak dan Preventif. Orang yang berpikir “semuanya sudah ditentukan” cenderung tidak berusaha melindungi diri, menjaga kesehatan, atau menghindari bahaya — karena merasa “takdir tidak bisa diubah.” Ini jelas bertentangan dengan hikmat Alkitab. Ini bisa terlihat saat orang berkata: “Kalau Tuhan mau saya mati, saya mati juga, jadi ngapain hati-hati?”
- Menjadikan Tuhan Kambing Hitam atas Kesalahan Pribadi. Saat terjadi kematian karena kelalaian, fatalisme membuat orang mengalihkan tanggung jawab kepada Tuhan. “Sudah kehendak Tuhan” kadang diucapkan bukan karena iman, tapi karena enggan mengakui bahwa kematian bisa terjadi karena keputusan bodoh manusia. Ini memperlemah pertobatan dan introspeksi pribadi.
- Menghambat Pertumbuhan Iman yang Sehat dan Aktif. Iman sejati bukan pasrah tanpa berpikir, tapi percaya sambil tetap bijaksana dan bertanggung jawab. Fatalisme mengerdilkan relasi manusia dengan Allah menjadi relasi pasif, tanpa kemauan, tanpa pertanyaan, tanpa perjuangan iman. Akibatnya, iman menjadi kaku, kosong, dan jauh dari relasi kasih yang hidup.
Studi Ayat dan Tafsiran
➤ 1 Samuel 2:6
“TUHAN mematikan dan menghidupkan…”
Tafsiran: Ini adalah pujian Hana atas kedaulatan Allah yang mampu membalikkan keadaan hidup dan mati. Ini menyatakan kuasa-Nya, bukan bahwa setiap kematian dilakukan langsung oleh Tuhan.
➤ Ulangan 32:39
“Akulah yang mematikan dan menghidupkan…”
Tafsiran: Allah menyatakan kekuasaan-Nya atas bangsa Israel, khususnya dalam konteks penghakiman. Ini bukan menyatakan bahwa semua kematian adalah “pembunuhan” oleh Tuhan, tetapi bahwa tidak ada kekuatan lain yang mampu mengalahkan hidup atau mati di luar Dia.
➤ Pengkhotbah 7:17
“Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu?”
Tafsiran: Ayat ini menyiratkan bahwa ada hidup yang seharusnya masih bisa berlanjut, tetapi dipendekkan karena kebodohan dan dosa manusia sendiri.
Pandangan Teologis: Reformed vs Arminian
PANDANGAN | REFORMED (CALVINIS) | ARMINIAN |
---|---|---|
Kedaulatan Tuhan | Tuhan menetapkan secara mutlak setiap peristiwa, termasuk waktu kematian. | Tuhan mengetahui segala sesuatu, tetapi manusia memiliki kebebasan untuk memilih, termasuk keputusan yang mempercepat kematian. |
Peran manusia | Terbatas, karena semua sudah ditentukan. Namun tanggung jawab tetap penting sebagai alat Tuhan. | Sangat penting. Tuhan bekerja melalui pilihan manusia, bukan meniadakannya. |
Kematian | Semua dalam dekret Tuhan. Bahkan kematian yang tampak tragis ada dalam rencana Allah. | Bisa terjadi karena dosa, kelalaian, atau penolakan terhadap kehendak Tuhan. Tapi tetap dalam izin dan pengawasan Tuhan. |
Catatan: Banyak gereja Injili modern mengambil posisi moderat, mengakui bahwa Tuhan berdaulat, tapi juga bahwa manusia memiliki tanggung jawab dan pilihan nyata.
Pendekatan Pastoral: Menyikapi Duka dan Kematian
Dalam pelayanan pastoral, kita tidak hanya bicara doktrin, tapi juga berjumpa dengan orang yang sedang berduka.
Beberapa prinsip pastoral yang penting:
- Hindari kalimat seperti “sudah waktunya” terlalu cepat. Meskipun benar bahwa Tuhan berdaulat, kalimat itu bisa menyakitkan, terutama bagi orang yang kehilangan secara mendadak.
- Teguhkan bahwa Tuhan hadir dan peduli. “Berharga di mata TUHAN kematian semua orang yang dikasihi-Nya.” (Mazmur 116:15)
- Bantu orang percaya melihat bahwa hidup mereka berarti. Kematian bukan akhir, dan hidup yang bijak di dunia ini adalah bagian dari ibadah kepada Allah.
- Hargai emosi dan proses berduka. Yesus sendiri menangis saat Lazarus mati (Yohanes 11:35). Menangis bukan tanda kurang iman.
Kesimpulan: Hidup Bertanggung Jawab dalam Terang Kedaulatan Allah
- Allah berdaulat atas hidup dan mati, tetapi tidak meniadakan tanggung jawab manusia.
- Manusia bisa mempercepat kematiannya sendiri karena dosa atau kelalaian.
- Fatalisme bukan iman Kristen, tapi penyelewengan kebenaran.
- Iman sejati bersifat aktif, bijaksana, dan percaya pada kasih Tuhan.
“Hidup adalah kesempatan, kematian bukan akhir, dan bagaimana kita hidup di hadapan Tuhan — itulah yang paling penting.”