Petualangan di Lorong Waktu Pulau Seram

Share:

LORONG WAKTU – EPISODE 1

Di SMP7 Ambon, suasana begitu riuh saat para siswa berkumpul di aula besar. Mereka bersiap untuk mengikuti jambore regional di Pulau Seram, sebuah petualangan yang sudah lama mereka nantikan.

“Anak-anak, jambore regional tahun ini akan diadakan di Pulau Seram, dekat Taman Nasional Manusela,” ujar pembina pramuka. “Ini kesempatan emas untuk belajar bertahan di alam, bekerja sama, dan mengenal lingkungan lebih dalam. Apakah kalian siap?”

“Siap!” seru para siswa serempak.

Johan berbisik pada sahabatnya, Abubakar. “Katanya, hutan di Pulau Seram itu luas dan penuh misteri.”

Abubakar tersenyum. “Iya! Dan kalau kita beruntung, kita bisa melihat soa layar! Aku pernah baca, hewan itu seperti naga kecil.”

Keesokan harinya, mereka menumpang kapal menuju Pulau Seram. Di atas dek, Johan dan Abubakar menikmati pemandangan laut yang jernih.

“Lihat, Abubakar! Air lautnya jernih sekali. Aku bisa lihat ikan dari sini,” ujar Johan.

“Iya! Aku sudah nggak sabar buat menjelajah hutan. Tapi kita harus hati-hati, ada banyak cerita tentang orang hilang di dalamnya,” kata Abubakar.

Pembina pramuka menimpali, “Hutan harus dihormati, bukan ditakuti. Kalau kalian mengikuti aturan dan tidak bertindak gegabah, kalian akan baik-baik saja.”

Setelah tiba, mereka mendirikan kemah di pinggir hutan. Malamnya, di bawah langit berbintang, Johan dan Abubakar berbaring di depan tenda, membayangkan petualangan yang akan mereka jalani esok hari.

Keesokan paginya, mereka memulai eksplorasi hutan bersama regu mereka. Suasana hutan terasa mistis, dengan pepohonan tinggi dan suara burung berkicau.

“Ini keren betul! Aku belum pernah lihat hutan setebal ini,” kata Johan.

“Iya, dan udara di sini terasa berbeda, lebih segar,” sahut Abubakar.

Tiba-tiba, di kejauhan, mereka melihat sesuatu yang tak biasa—reruntuhan bangunan tua yang hampir tertelan oleh alam.

“Johan, lihat itu! Ada sesuatu di balik semak-semak,” kata Abubakar.

Mereka mendekati bangunan tua yang tampak seperti laboratorium yang telah lama ditinggalkan. Dindingnya dipenuhi lumut, dan beberapa peralatan rusak berserakan di tanah. Johan memungut selembar kertas tua dan membaca tulisan yang masih terlihat jelas:

“Waktu tidak berjalan dalam garis lurus, dari masa lalu ke masa kini ke masa depan, seperti yang dipikirkan orang. Sebaliknya, waktu berjalan dalam sebuah lingkaran di sekitar sebuah pusat di masa kini yang kekal . . .”

Mereka saling berpandangan, menyadari bahwa mereka mungkin telah menemukan sesuatu yang lebih besar dari sekadar reruntuhan tua.

Di dalam laboratorium, mereka menemukan alat-alat berkarat dan meja-meja yang ditumbuhi lumut. Di sudut ruangan, sesuatu menarik perhatian mereka.

“Johan… itu soa layar, dan ukurannya sangat besar!” bisik Abubakar.

Soa layar raksasa itu tampak baru saja mati. Sisiknya berkilauan, dan ada luka aneh di tubuhnya. Johan melihat beberapa berkas penelitian di meja yang masih bisa dibaca. Di salah satu dokumen tertulis nama ‘Rumphius’, seorang ilmuwan terkenal yang pernah meneliti flora dan fauna Maluku.

Tiba-tiba Johan teringat, “Aku baru ingat nama Rumphius ini pernah diceritakan opanya Theo saat kita mengerjakan tugas herbarium bersama di rumahnya. Kalau tidak salah, dia disebut sebagai ilmuwan buta dari Ambon.”

“Ada catatan tentang eksperimen di sini. Mereka sepertinya sedang meneliti sesuatu tentang perjalanan waktu… dan salah satu peneliti ini bernama Rumphius!” kata Johan.

Di sudut ruangan, mereka menemukan sebuah pintu yang sedikit terbuka. Saat mereka mendorongnya, terlihat sebuah lorong panjang dengan cahaya berpendar di kejauhan.

Baca Juga: “Misteri Burung Putih dari Tanimbar – Episode 2

“Mungkin katong sebaiknya jang masuk…” kata Abubakar ragu.

“Tapi ini terlalu menarik untuk dilewatkan!” Johan membalas.

Mereka memberanikan diri masuk ke dalam lorong. Saat melangkah lebih dalam, dinding di sekitar mereka mulai bergetar dan cahaya aneh muncul. Tiba-tiba, mereka merasa seperti ditarik ke dalam pusaran waktu.

Ketika akhirnya jatuh ke tanah, mereka terkejut. Udara terasa lebih panas, dan di kejauhan, mereka melihat sebuah desa kuno dengan orang-orang mengenakan pakaian yang berbeda dari zaman mereka.

“Johan… Beta rasa katong bukan di hutan lai…” bisik Abubakar.

Mereka menemukan sebuah desa kuno dengan orang-orang yang berpakaian seperti dari masa lampau. Beberapa penduduk membawa tombak dan perisai, sementara yang lain memakai pakaian dari kulit kayu. Di tengah desa, ada sebuah bangunan besar yang tampak seperti balai pertemuan, dan di dalamnya, mereka melihat seorang pria tua yang sedang berbicara dalam bahasa yang terdengar asing namun sedikit familiar.

Saat mencoba memahami apa yang terjadi, mereka menyadari bahwa mereka mungkin berada di masa lalu. Beberapa simbol yang mereka lihat di laboratorium sebelumnya juga ada di dinding balai pertemuan, seperti petunjuk bahwa laboratorium itu memiliki hubungan dengan perjalanan waktu.

Namun, sebelum mereka bisa menggali lebih dalam, suara gemuruh terdengar dari langit, dan tiba-tiba cahaya terang muncul di sekitar mereka. Dalam sekejap, mereka merasa tubuh mereka melayang, dan ketika mereka sadar, mereka sudah kembali ke dalam lorong dengan cahaya yang mulai meredup.

Dengan napas tersengal, Johan dan Abubakar akhirnya kembali ke perkemahan. Mereka berjanji untuk tidak menceritakan hal ini kepada siapa pun—setidaknya, sampai mereka memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah mengalami berbagai kejadian aneh, mereka akhirnya menemukan jalan keluar dan kembali ke laboratorium. Nafas mereka tersengal saat menyadari apa yang baru saja terjadi.

“Aku tidak percaya… Apa yang baru saja kita alami?” kata Johan.

“Beta seng tahu… Tapi katong seng boleh bilang ini ke siapa pun. Orang-orang pasti seng akan percaya,” sahut Abubakar.

Mereka kembali ke perkemahan dengan perasaan campur aduk, membawa rahasia yang akan mengubah hidup mereka selamanya.


Setelah kembali ke perkemahan, Johan dan Abubakar masih belum bisa berhenti memikirkan apa yang mereka alami di dalam laboratorium tua itu. Mereka berusaha bersikap biasa di hadapan teman-teman dan pembina pramuka, tetapi pikiran mereka terus melayang ke peristiwa yang baru saja terjadi.

“Johan, katong harus kembali ke sana,” bisik Abubakar saat mereka berbaring di dalam tenda.

“Aku tahu. Tapi kita harus lebih hati-hati. Kita belum tahu apa yang sebenarnya terjadi di tempat itu,” jawab Johan.

Keesokan harinya, saat kelompok mereka sibuk dengan kegiatan jambore, Johan dan Abubakar diam-diam menyelinap kembali ke hutan. Dengan hati-hati, mereka menyusuri jalan setapak yang kemarin mereka lalui, hingga akhirnya kembali ke reruntuhan laboratorium. Tempat itu masih sama, sepi dan penuh misteri.

Mereka masuk ke dalam laboratorium, melewati meja-meja berdebu dan peralatan yang berkarat. Di dekat tubuh soa layar raksasa yang mereka temukan kemarin, Johan melihat sesuatu yang tidak mereka perhatikan sebelumnya—sebuah lencana kecil dengan ukiran nama ‘Rumphius’.

“Nama ini lagi… Apa mungkin laboratorium ini milik ilmuwan itu?” gumam Johan.

Abubakar mengambil berkas yang berserakan dan mulai membaca. “Di sini tertulis tentang eksperimen yang mereka lakukan… tentang perubahan genetik dan… waktu?”

Mereka melangkah lebih dalam ke laboratorium, menyusuri lorong yang semalam membawa mereka ke dunia lain. Kali ini, mereka lebih siap. Ketika mereka memasuki lorong itu lagi, dindingnya kembali bergetar, dan cahaya aneh menyelimuti mereka.

Saat mereka keluar dari lorong, mereka tidak lagi berada di laboratorium. Udara panas menyambut mereka, dan di sekelilingnya, pepohonan tampak lebih rimbun dan liar. Di kejauhan, mereka melihat desa yang tampaknya berasal dari masa lalu.

“Abubakar… kita kembali ke tempat ini lagi,” bisik Johan.

Mereka berjalan mendekati desa itu dengan hati-hati. Penduduk desa mengenakan pakaian dari kain tenun sederhana, dan beberapa orang membawa tombak kayu. Mereka melihat seorang pria tua yang sedang duduk di bawah pohon besar, dikelilingi oleh beberapa anak muda yang tampaknya sedang belajar darinya.

“Mungkin kita bisa mencari tahu lebih banyak tentang waktu dan laboratorium dari orang-orang di sini.”

Namun, sebelum mereka bisa mendekat, seorang pria bertubuh besar menghampiri mereka. “Siapa kalian? Dari mana asal kalian?” suaranya terdengar tegas, penuh curiga.

Johan dan Abubakar saling berpandangan, mencoba mencari jawaban yang masuk akal. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Namun, sebelum mereka sempat berbicara, pria tua yang dikelilingi anak-anak tadi memberi isyarat agar mereka mendekat.

“Kalian bukan berasal dari sini, bukan?” tanyanya dengan nada tenang.

Johan menelan ludah. “Kami… tersesat,” jawabnya ragu.

Pria itu tersenyum kecil. “Tidak ada yang tersesat di tempat ini tanpa alasan. Jika kalian bisa menemukan jalan ke sini, berarti kalian sudah dituntun oleh sesuatu yang lebih besar.”

Mereka terdiam. Johan merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, dan mereka hanya menyentuh permukaannya. Pria itu melanjutkan, “Banyak hal yang harus kalian ketahui tentang waktu, anak-anak. Tapi untuk saat ini, kalian harus kembali sebelum kalian benar-benar tersesat.”

Tiba-tiba, udara di sekitar mereka kembali bergetar. Cahaya aneh menyelimuti mereka, dan sebelum mereka sempat mengajukan pertanyaan, mereka kembali tersedot ke dalam lorong waktu.

Beberapa saat kemudian, mereka terjatuh ke lantai berdebu laboratorium. Nafas mereka memburu, seolah baru saja keluar dari mimpi yang begitu nyata.

“Abubakar, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang laboratorium ini dan tentang Rumphius. Ini bukan kebetulan,” ujar Johan dengan penuh tekad.

Abubakar mengangguk. “Tapi untuk sekarang, katong harus kembali ke perkemahan. Dan sekali lagi, katong dua seng boleh cerita ini ke siapa pun.

Mereka meninggalkan laboratorium dengan perasaan yang campur aduk. Ini bukan akhir, tetapi awal dari petualangan yang jauh lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan.


Sampai jumpa di Episode 2

Mohon beri masukan untuk EPISODE selanjutnya di kolom komentar pada bagian bawah ataupun kolom komentar di Facebook…

2 thoughts on “Petualangan di Lorong Waktu Pulau Seram

Comments are closed.

error: Content is protected !!