PSA Ambon: Warisan Sepak Bola Maluku yang Siap Bangkit Kembali

Share:

“Ambon bukan hanya kota musik, tapi juga kota sepak bola. Kami punya sejarah. Kami punya nama. Kami hanya perlu percaya dan bergerak bersama.” – Seorang mantan pemain PSA Ambon

Sejarah Persatuan Sepakbola Ambon (PSA) melekat erat pada dinamika sosial-politik di Maluku kala itu, dengan awal mula organisasi yang tidak lepas dari konteks kolonial Belanda. Pada masa penjajahan, PSA didirikan dengan nama awal Amboness Voetball Bond, sebuah perwujudan dari minat dan kompetisi sepak bola yang berkembang di antara warga lokal dan penduduk Eropa. Nama ini mencerminkan asal-usulnya sebagai sebuah badan olahraga yang tumbuh dari komunitas sepak bola di Ambon, sebelum akhirnya berubah menjadi Persatuan Sepakbola Ambon (PSA) untuk menyempurnakan identitas nasionalisnya di bawah naungan Federasi Sepak Bola Indonesia. Meskipun sumber-sumber yang tersedia tidak memberikan tanggal pasti pendiriannya, namun dokumentasi pada logo PSA merujuk pada tahun 1940, menjadikannya salah satu klub sepak bola tertua di Indonesia. Informasi bahwa nama organisasi berubah dari bentuk Belanda ke bahasa Indonesia menunjukkan bahwa evolusi ini terjadi setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, ketika upaya pembinaan organisasi-organisasi olahraga secara nasional mulai dilakukan.

Kini, sudah saatnya PSA Ambon bangkit kembali. Karena Maluku layak berada di peta besar sepak bola nasional.

Sejarah Panjang Sepak Bola dari Timur

PSA Ambon lahir di tengah geliat awal sepak bola Hindia Belanda. Kota Ambon, yang sejak awal abad ke-20 menjadi salah satu pusat pendidikan dan militer, menjadi ladang subur bagi olahraga modern, termasuk sepak bola. Di sinilah muncul klub-klub awal seperti Hative Voetbal Club, Puspa Ragam, Pusaka Ambon, dan Bintang Timoer Ambon, yang kemudian melebur dan menjadi bagian dari PSA. Klub Pusparagam ini mulai terbentuk pada tahun 1904, oleh Jacobis Putiray. Nama klub PSA ini berasal dari tim asosiasi Ambonese Voetbalbond. Banyak pemain berbakat dari Maluku meninggalkan Ambon untuk merantau ke Jawa antara 1910 hingga 1930, disana mereka bermain dalam asosiasi Maluku dengan nama SV Jong Ambon. Nama-nama yang cukup terkenal di klub itu adalah Hans Taihuttu dan Tjaak Pattiwael, yang termasuk ke dalam Tim Hindia Belanda bersama Frans Hukom dari klub Sparta Bandung, mengikuti Piala Dunia 1938 di Paris. Tidak ditemukan catatan resmi kapan berdirinya PSA, tetapi pada lambang/logonya tertulis tahun 1940.

Sejak 1950-an, PSA ikut serta dalam kompetisi resmi PSSI. Mereka mewakili Maluku di pentas nasional dan bersaing dengan klub-klub besar dari Jawa dan Sulawesi. Tahun 1959, PSA bermain satu grup dengan Persibal Bali dan Persik Kediri, mereka tersisih dari Kejuaraan Nasional PSSI akibat selisih gol. Pada tahun 1954, Matheos Putiray striker dari klub Pusparagam dipanggil untuk mengikuti seleksi nasional untuk membentuk Tim ke Asian Games di Manila, Filipina. Sayangnya pada tahap terakhir, ia kalah bersaing dengan Ramang dari Makassar. Dua tahun kemudian, ia dipanggil kembali untuk memperkuat Timnas mengikuti Olimpiade 1956 di Melbourne, Australia.

Dari kiri : Semmy Talaperu, Hermanus Tomahua, Rein Sahulata, Najib Assagaff (PSSI Putih), Wiliam Lokolo (Petrokimia), Yusuf Keliwawa, Franky Leiwakabesy, Chris Tuhuleruw, kiper Husein Ongso (Persijatim), Robert Lawalata dan Jerry Tuhuleruw. ||
NOVI PINONTOAN (Colection)

Pada tahun 1960, muncul nama Jacob Sihasale, yang masuk ke Timnas PSSI. Ia bersama-sama dengan Sutjipto Suntoro, Iswadi Idris, Max Timisela, dan Abdul Kadir yang secara kolektif dijuluki sebagai Harimau Asia. Tahun 1964, mereka lolos ke Kejurnas bersama PSM Makassar dari zona Indonesia Timur. Dari 8 pertandingan liga yang dimainkan, PSA menang melawan PSP Padang (3–1), bermain imbang dua kali saat melawan PSB Bogor (3–3), dan Persijem Jember (0–0). Mereka kalah dari tim-tim besar seperti Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persib Bandung, PSMS Medan, dan PSM Makassar. Persija berhasil menjadi juara, sedangkan PSA Ambon berada di peringkat 7. Pada tahun 1962, pemain yunior PSA berhasil masuk ke timnas, yaitu Notje Souisa sebagai kiper kedua setelah Yudo Hadianto sebagai kiper utamanya, dan Nicky Putiray sebagai pemain belakang. Mereka berdua direkrut untuk mengikuti Kejuaraan Asia Yunior di Bangkok, Thailand. Tim Indonesia saat itu menjadi juara ketiga.

Pada tahun 1970-an, PSA Ambon kehilangan statusnya yang terkenal di Indonesia Timur karena klub yang ambisius dan sedang berkembang Persipura Jayapura. Level permainan PSA pun anjlok setelah para pemain kuncinya hengkang ke klub-klub di Makassar, Surabaya, dan Jakarta. Klub ini tidak lagi mampu lolos ke sepak bola papan atas nasional. Pada era ini muncul nama-nama terkenal seperti Jacob Sihasale (pindah ke Persebaya), Bertje Matulapelwa (pindah ke Persija), dan Simson Rumahpasal (pindah ke PSM). Ketiganya direkrut sebagai pemain-pemain utama di Timnas PSSI.

Pada era 1980-an, PSA Ambon berhasil kembali menonjol di peta sepak bola Indonesia. Pada turnamen HUT PSSI ke-52 tahun 1982, PSA Ambon berhasil lolos ke final, setelah mereka secara mengejutkan menang 2–0 melawan Persema Malang di babak semifinal berkat gol John Parinusa dan Yosi Latuperisa. Namun pada pertandingan final melawan PSP Padang di Stadion Utama Senayan, mereka kalah 2–3 meski ada gol dari John Parinusa dan Ali Lilisula. Pada tahun 1984, PSA Ambon lolos ke grup kualifikasi nasional Divisi I. PSA Ambon menempati posisi kedua grupnya, tertinggal 1 poin dari PSB Bogor yang menjadi pemimpin grup diperbolehkan bersaing dengan 3 klub lain untuk memperebutkan dua tempat promosi ke Galatama. Pada tahun 1987, PSA Ambon berhasil menempatkan diri sebagai pemimpin grup pada kualifikasi grup Divisi I. Hal ini membuat PSA Ambon bisa bersaing dengan PSDS Deli Serdang, Persitara Jakarta Utara, dan Persegres Gresik untuk promosi ke level tertinggi. Dari tiga laga yang dilakoni, PSA kalah dari Persegres dan Persitara serta imbang melawan PSDS. Sangat disayangkan gol kebobolan Persegres dan Persitara semuanya dicetak oleh mantan pemain muda Ambon yang sudah lebih dulu hengkang dari klub.

Beberapa pemain asal PSA Ambon yang terkenal di era 1980-an yang cukup terkenal adalah Andreas Johanes Kastanja (Yongki Kastanya) yang akhirnya pindah ke Persebaya, Rochy Putiray (pindah ke Arseto Solo), bahkan sempat bermain di Instan-Dict FC, klub asal Hong Kong, dan Reinold Pietersz, yang juga pindah ke Persebaya.

Pada tahun 1992, upaya lain dilakukan untuk maju ke level tertinggi. Kali ini PSA Ambon harus melewati grup bersama Persiraja Banda Aceh dan PSIR Rembang untuk bisa dipromosikan. PSA berhasil mengalahkan Persiraja, tetapi kalah dari PSIR. Ketiga tim meraih 3 poin sehingga selisih gol menjadi penentu kemenangan PSIR Rembang. Setelah meraih hasil bagus di divisi Indonesia Timur, pada tahun 1996 empat klub kembali mampu bersaing memperebutkan promosi ke kompetisi tertinggi nasional. Namun PSA Ambon finis di peringkat ketiga grup dan tak mampu lolos. Sejak saat itu, PSA Ambon belum mampu menembus grup kualifikasi Divisi I nasional atau lolos promosi ke level tertinggi.

Selain nama-nama diatas, masih banyak talenta lainnya yang ikut mewarnai parade panjang performa pemain-pemain asal Maluku bersama timnas senior dan yunior di berbagai event internasional. Tony Tanamal, Jhon Lesnussa, Mustafa Umarella, Najib Atamimi, Christian Wacano, Rochy Putiray, Koko Reinald Pieterz, Kharil Anwar Ohorela, Dedi Umarella, Imran Nahumarury, Ricardo Salampessy, Ramdani Lestaluhu, Hasyim Kippuw, Valentino Telarubun, Husen Rahangningmas, Hendra Adi Bayauw, Abdul Rahman Lestaluhu, Manahati Lestusen, Risky Ahmad Sanjaya Pellu, Ricky Bardes Leurima, dan Syaiful Bachri Ohorella.

Menjelang akhir tahun 1990-an klub mengalami penurunan prestasi. Ambon dilanda konflik sosial berdarah pada tahun 1999. Dalam masa sibuk sulit untuk mengembangkan pemain muda berbakat dan rumah bagi klub, di Lapangan Merdeka, dibongkar oleh aparat. Klub ini pindah ke Stadion Mandala Remaja dan menempati posisi kedua di liga pada musim 2005 di belakang Persemalra Tual, yang menjadi juara karena selisih satu gol. Sejak itu, hanya sedikit hasil penting yang dicapai di kejuaraan divisi Maluku, dimana rivalnya Persemalra Tual dan Nusa Ina FC memenangkan kejuaraan Maluku pada tahun 2000an dan 2010an. Dari musim 2018, belum ada tim yang didaftarkan untuk mengikuti kompetisi sepak bola. PSA Ambon tidak aktif sejak saat itu, tetapi tidak dibubarkan. PSA Ambon tak mampu lagi menembus grup kualifikasi Divisi I nasional atau lolos promosi ke level tertinggi.

Penghasil Bintang dari Timur

Nama PSA bukan sekadar sejarah – ia juga rahim bagi para legenda.

Siapa tak kenal Jacob Sihasale, sang penyerang yang membela Timnas Indonesia di era “Harimau Asia”? Atau Rochy Putiray, striker flamboyan berambut merah yang pernah menggetarkan gawang tim nasional AC Milan saat membela klub di Hong Kong?

Selain mereka, ada pula Simson Rumahpasal, Reinold Pietersz, Yongky Kastanya, dan Aries Sainyakit yang kemudian hijrah ke klub-klub besar di Jawa. Mereka semua memulai langkah dari tanah Ambon, dari lapangan-lapangan sederhana, dari mimpi yang disulut oleh kecintaan pada sepak bola.

Dinamika Kepemimpinan dan Regenerasi: Peran Penting Tokoh-Tokoh PSA

Kehidupan sebuah organisasi olahraga, terutama di era sebelum regulasi sepak bola modern diterapkan secara ketat, sangat bergantung pada tokoh-tokoh visioner yang mampu membawa klub tersebut melewati tantangan dan mempertahankan eksistensinya. Persatuan Sepakbola Ambon (PSA) tidak terlepas dari dinamika kepemimpinan yang melibatkan beberapa figutif penting yang tidak hanya menjabat di PSA, tetapi juga berperan aktif di tubuh federasi sepak bola regional dan nasional. Para tokoh ini menjadi garda terdepan dalam mempromosikan sepak bola Ambon dan Maluku, serta berupaya meningkatkan standar organisasi dan kompetisi.

Salah satu tokoh yang paling menonjol adalah Dirk Soplanit. Setelah masa aktifnya sebagai pengurus PSA, Soplanit melanjutkan peran publiknya dengan menjabat sebagai Ketua Harian PSA dan kemudian sebagai Ketua Umum Pengurus Wilayah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PERSIBSI) Provinsi Maluku. Jabatannya di tingkat provinsi memberinya platform yang lebih luas untuk memperjuangkan kepentingan sepak bola Maluku di tingkat nasional. Prestasi puncaknya adalah terpilihnya dia sebagai Anggota Exco (Exekutif Committee) PSSI dua periode, yaitu dari 2016 hingga 2020 dan kemudian dari 2019 hingga 2023. Sebagai anggota exco, Soplanit berada di barisan terdepan dalam pengambilan keputusan strategis sepak bola nasional, memberikan suara dan pandangan dari Maluku pada meja perencanaan tertinggi. Dengan demikian, peran Dirk Soplanit bukan hanya lokal, tetapi memiliki dampak nasional, menjembatani aspirasi sepak bola daerah dengan kebijakan federasi.

Selain Dirk Soplanit, figur lain yang mencuat adalah Daniel Tomasoa. Seorang mantan kiper PSA, karier Tomasoa berlanjut di luar lapangan dengan menjadi salah satu wasit nasional terkemuka pada era 1980-an hingga 1990-an. Prestasi ini menunjukkan bahwa talenta yang dihasilkan PSA tidak hanya berupa pemain, tetapi juga personel penting di balik layar yang memastikan jalannya kompetisi berjalan adil dan lancar. Peran wasit sangat vital dalam sepak bola, dan kontribusi Tomasoa membantu meningkatkan kredibilitas dan profesionalisme wasit-wasit Indonesia, sebagian dari mereka berasal dari latar belakang pemain lokal seperti dirinya.

Tokoh-tokoh ini membentuk rantai kepemimpinan yang membawa PSA dari klub lokal menjadi kekuatan yang diakui di tingkat regional dan nasional. Namun, perjalanan organisasi tidak selalu mulus. Sumber-sumber menunjukkan bahwa PSA pernah mengalami masa vakum selama belasan tahun. Masa-masa seperti itu tentu saja merupakan ujian berat bagi semangat dan tradisi klub. Untungnya, kepedulian terhadap sepak bola Ambon tetap hidup, dan akhirnya mendorong tindakan untuk merevitalisasi organisasi.

Pada 21 Juni 2025, berdasarkan Surat Keputusan Walikota Ambon Nomor 2495, kepengurusan PSA diaktifkan kembali. Pelantikan dilakukan di Balaikota Ambon pada 25 September 2025, menandai dimulainya era baru bagi klub tersebut. Kepengurusan baru ini diberi mandat untuk periode 2025-2029 dan langsung dipimpin oleh Walikota Ambon, Bodewin Melkias Wattimena, yang dilantik sebagai Ketua Umum. Johan Lewerissa menjabat sebagai Ketua Harian. Fokus utama dari kepengurusan baru ini adalah pembinaan usia dini (U-13, U-15, U-17) dan pembenahan organisasi sesuai dengan regulasi PSSI.

Keputusan untuk melibatkan Walikota Ambon sebagai Ketua Umum merupakan langkah strategis yang menunjukkan komitmen politik tertinggi daerah terhadap pemulihan sepak bola lokal. Hal ini menjamin dukungan infrastruktur, fasilitas, dan kebijakan yang diperlukan untuk mendukung program-program PSA. Fokus pada pembinaan usia dini adalah langkah yang sangat tepat, karena ia merupakan bentuk penghormatan terhadap warisan emas PSA di masa lalu dan upaya konkret untuk memastikan bahwa kluster bakat sepak bola Ambon tidak akan punah lagi. Dengan belajar dari jejak langkah tokoh-tokoh seperti Soplanit dan Tomasoa, kepengurusan baru diharapkan dapat membangun fondasi yang kokoh agar PSA tidak sekadar berkompetisi, tetapi juga dapat menjadi pusat pembinaan pemain dan pelatih yang berkelanjutan, mewarisi semangat dan dedikasi para pendahulunya.

PSA – 1990 || FB

Saatnya Bangkit! Belajar dari Malut United

Hari ini, kita melihat Malut United, klub dari Maluku Utara, berhasil tampil di Liga 1 Indonesia membuktikan bahwa klub dari Indonesia Timur bisa maju dengan manajemen profesional dan dukungan kuat. Mereka punya stadion, sponsor, akademi, dan visi jangka panjang.

Katong juga bisa!

Ambon bukan kekurangan bakat. Tapi kita kekurangan perhatian. Yang dibutuhkan hanyalah keseriusan, kolaborasi, dan pemodal yang berani menanamkan investasi jangka panjang. PSA membutuhkan sinergi antara pemerintah, pelaku bisnis, dan diaspora Maluku di seluruh Indonesia.

Ayo Bangun PSA: Investasi untuk Masa Depan Maluku

Membangun kembali PSA bukan sekadar soal sepak bola – ini soal harga diri daerah, soal harapan generasi muda, soal identitas Maluku. Bayangkan jika anak-anak Tulehu, Passo, Hative, Waihaong, atau Lateri punya klub profesional yang bisa mereka bela, bukan hanya sebagai pemain amatir, tapi sebagai profesional dengan masa depan cerah.

Kami memimpikan:

  • PSA kembali berlaga di Liga 2 atau bahkan Liga 1
  • Akademi sepak bola PSA dibuka di tiap kecamatan
  • Stadion Mandala Remaja direnovasi jadi markas kebanggaan
  • Sponsor dan investor lokal maupun nasional ikut membangun

Penutup: Suara dari Timur

Jika kita tidak bergerak sekarang, sejarah PSA Ambon akan tinggal cerita lama. Tapi jika kita mulai hari ini — membangun struktur, memperkuat pembinaan, dan menanamkan investasi — maka suatu saat nanti, anak-anak Maluku akan menyanyikan yel-yel kemenangan di Stadion Mandala Remaja.

PSA Ambon bukan sekadar klub. Ia adalah simbol semangat dan harapan. Dan Maluku, dengan seluruh potensinya, pantas kembali bersinar di peta sepak bola Indonesia.


2 thoughts on “PSA Ambon: Warisan Sepak Bola Maluku yang Siap Bangkit Kembali

Comments are closed.

error: Content is protected !!