Ambon, 25 Oktober 2025 — Sidang ke-39 Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) yang berlangsung di Gereja Maranatha, Kota Ambon, pada 19–25 Oktober 2025 resmi memilih pengurus Majelis Pekerja Harian (MPH) untuk masa pelayanan 2025–2030. Pada puncak sidang, peserta sidang menetapkan Pdt. Sakarias Isak Sapulette sebagai Ketua MPH (Ketua Sinode GPM) dan Pdt. Herman Reinhard Tupan sebagai Sekretaris Umum (Sekum) MPH.
Latar Belakang dan Proses Sidang Sinode ke-39
Sidang ke-39 Majelis Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) merupakan peristiwa penting lima tahunan yang diadakan untuk menentukan arah pelayanan gereja hingga lima tahun ke depan. Pelaksanaannya, yang jatuh pada rentang tanggal 19 hingga 26 Oktober 2025, dilaksanakan di kota Ambon, tepatnya di Klasis GPM Pulau Ambon. Dengan tema besar “Anugerah Allah Melengkapi dan Meneguhkan Gereja Menuju Satu Abad GPM” (merujuk pada 1 Petrus 5:10), sidang ini memiliki dimensi sejarah yang mendalam, menyongsong perayaan satu abad eksistensi GPM. Tema tersebut disertai dengan subtema “Layanilah Umat dengan Tekun Sesuai Kasih Allah,” yang mencerminkan fokus pada pengabdian dan kerendahan hati dalam kepemimpinan spiritual.
Proses persiapan untuk Sidang Sinode ke-39 telah berlangsung secara intensif selama lebih dari satu tahun, dimulai sejak pelantikan panitia oleh Ketua MPH Sinode GPM periode sebelumnya, Pdt. Elifas T. Maspaitella, pada 26 Mei 2024. Keputusan untuk melantik panitia lebih awal menandakan keseriusan organisasi dalam memastikan kelancaran agenda-agenda strategis, terutama pemilihan pimpinan baru, yang dipandang sebagai tugas panggilan bukan sekadar kegiatan administratif. Komposisi panitia yang dibentuk sangat komprehensif, mencakup berbagai bidang seperti acara, dokumentasi dan humas, usaha dana, perlengkapan, konsumsi, kesehatan, transportasi, dan expo, menunjukkan bahwa persiapan tidak hanya difokuskan pada proses pemilihan tetapi juga pada penyelenggaraan yang holistik.
Pembukaan resmi Sidang Sinode ke-39 dilaksanakan pada hari Senin, 19 Oktober 2025, di Gereja Maranatha, Ambon. Acara pembukaan ini disaksikan oleh tokoh-tokoh penting, termasuk Dr. Jeane Marie Tulung, Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama RI, serta Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa. Kehadiran para pejabat negara di tingkat nasional dan provinsi memberikan legitimasi publik terhadap peran GPM sebagai mitra moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebuah peran yang juga ditekankan oleh ketua MPH sebelumnya, Pdt. E.T. Maspaitella. Selain agenda pemilihan, Sidang Sinode juga membahas isu-isu strategis lainnya, seperti evaluasi Program Induk Pelayanan (PIP), Rencana Induk Pengembangan (RIP), serta evaluasi pelayanan dan keuangan Majelis Pekerja Harian (MPH) periode sebelumnya. Untuk menjamin partisipasi aktif, rapat komisi dilaksanakan di berbagai lokasi jemaat di Ambon, seperti Gereja Maranatha, Rehoboth, Eden Kudamati, dan Aula Sinode. Semua agenda ini didasarkan pada aturan internal gereja, yaitu Tata Gereja GPM Bab I Pasal 2 dan 7, Peraturan Pokok GPM Bab III Pasal 3–10, serta Surat Keputusan (SK) MPH Sinode GPM Nomor: 07/SKEP/SND/D.14/5/2024. Penyelenggaraan sidang yang meriah dan terstruktur ini menunjukkan bahwa GPM sedang melewati masa transisi kepemimpinan yang ditata dengan baik menuju babak baru sejarahnya.
Dinamika dan Hasil Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Sinode
Proses pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Sinode GPM periode 2025–2030 adalah salah satu bagian paling dinamis dan ditunggu-tunggu dalam Sidang Sinode ke-39. Dinamika pemilihan terlihat dari proses seleksi bakal calon yang berlangsung di Sidang Paripurna XIV hingga XVI pada 23 Oktober 2025. Sebanyak lima nama muncul sebagai bakal calon Ketua, menunjukkan adanya persaingan kuat di antara mereka. Berbeda dengan prospek pemilihan Sekretaris Umum yang akan dibahas nanti, proses pemilihan Ketua tampaknya berjalan tanpa kontroversi signifikan yang tercatat dalam sumber-sumber informasi yang tersedia. Prosesi pemilihan akhir dilangsungkan di Sidang Paripurna XV pada 24 Oktober 2025, dan pengumuman hasilnya dilakukan pada Paripurna XIX hingga XXI pada 25 Oktober 2025. Hasil pemilihan Ketua Sinode menjadi laporan utama dalam beberapa media dan laman resmi GPM.
Dalam pemilihan tersebut, dua nama utama yang berhasil maju ke tahap final adalah Pendeta Sakarias Isak Sapulette dan Pendeta Daniel Wattimanela. Proses pemilihan berlangsung dalam dua putaran. Pada putaran pertama, Pdt. S.I. Sapulette unggul dengan memperoleh 159 suara dari total 279 pemilih, sementara Pdt. Daniel Wattimanela meraih 74 suara. Kandidat-kandidat lainnya hanya meraih suara yang cukup rendah, seperti Pdt. Rudy Rahabeat (30 suara) dan Dr. Hengky Herson Hetharia (8 suara). Kemenangan Pdt. S.I. Sapulette di putaran pertama menunjukkan kekuatan dukungan yang solid sejak awal. Namun, data tambahan menunjukkan bahwa pemilihan akhir untuk jabatan Ketua dilaksanakan pada 25 Oktober 2025 di Gereja Maranatha, Ambon, dan prosesnya berakhir dalam satu putaran, bukan dua putaran seperti dijelaskan sebelumnya. Dalam pemilihan satu putaran ini, Pdt. S.I. Sapulette memperoleh 192 suara atau bahkan 192 suara dalam konteks putaran kedua, mengungguli Pdt. Daniel Wattimanela yang memperoleh 84 suara. Angka-angka ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah suara sah jika dibandingkan dengan perolehan di putaran pertama, namun detail tentang jumlah total pemilih dalam pemilihan satu putaran ini kurang jelas dalam sumber-sumber.
Hasil resmi pemilihan Ketua Sinode GPM periode 2025–2030 adalah sebagai berikut:
- Terpilih: Pdt. Sacharias Izak Sapulette
- Perolehan Suara: 192 suara (dalam konteks putaran kedua)
- Lawan: Pdt. Daniel Wattimanela (74 atau 84 suara)
- Tempat/Tanggal: Gereja Maranatha, Ambon; 25 Oktober 2025
Untuk posisi Wakil Ketua I, pemilihan dilakukan pada 25 Oktober 2025. Calon yang bersaing adalah Pdt. Rico Rikumahu dan Pdt. Adriana Lohy. Hasilnya, Pdt. Rico Rikumahu, M.Th. (142 suara), terpilih. Sedangkan untuk posisi Wakil Ketua II, pemilihan berlangsung aklamasi, sehingga Pdt. Adriana Lohy (137 suara) secara otomatis terpilih. Pemilihan yang dilakukan secara demokratis dan penuh kekeluargaan mencerminkan nilai-nilai gerejawi yang dijunjung tinggi GPM. Adanya pemilihan aklamasi untuk posisi Wakil Ketua II juga menunjukkan bahwa sosok Pdt. Adriana Lohy memiliki kredibilitas dan popularitas yang sangat tinggi di kalangan pendeta, sehingga tidak ada lawan yang muncul untuk posisi tersebut. Dinamika ini menyoroti bahwa meskipun persaingan di tingkat atas begitu ketat, solidaritas dan musyawarah tetap menjadi prinsip utama dalam struktur kepemimpinan GPM.
Profil dan Latar Belakang Pemimpin Baru GPM
Profil dan latar belakang para pemimpin baru GPM yang terpilih pada Sidang Sinode ke-39 menunjukkan kombinasi pengalaman praktis, kapabilitas manajerial, dan pemikiran teologis progresif. Pilihan mereka mencerminkan harapan gereja untuk memimpin menuju satu abad dengan tangguh, inovatif, dan relevan.
Pdt. Sacharias Izak Sapulette (Ketua Sinode)
Pdt. Sacharias Izak Sapulette, yang terpilih sebagai Ketua Sinode, memiliki latar belakang yang sangat mapan dalam birokrasi internal GPM. Sebelum menjabat sebagai Ketua, dia menjabat sebagai Sekretaris Umum MPH Sinode GPM selama lima tahun terakhir (periode 2020–2025). Pengalamannya sebagai Sekretaris Umum memberinya pemahaman mendalam tentang administrasi, koordinasi klasis, dan pelaksanaan program-program sinode. Kualifikasi akademisnya, termasuk gelar Magister Studi (M.Si), menambah bobot kapabilitasnya dalam pengambilan keputusan strategis. Keberhasilannya memenangkan pemilihan dengan perolehan suara yang cukup signifikan menunjukkan bahwa pengalaman sistematis dan berpengalaman dalam tata kelola kelembagaan sangat dihargai oleh jemaat dan delegasi. Dia diharapkan dapat melanjutkan pembangunan institusional GPM dengan basis pengalaman yang kuat di bidang administrasi dan operasional.
Pdt. Rico Rikumahu (Wakil Ketua I)
Pdt. Rico Rikumahu, terpilih sebagai Wakil Ketua I, datang dari latar belakang klasis, menjabat sebagai Ketua Klasis GPM Kota Ambon. Sebelumnya, pada Sidang Sinode ke-38, dia sempat maju sebagai calon Ketua karena “keprihatinan terhadap dinamika sidang yang menunjukkan dimensi kekuasaan” dan kekhawatiran akan profesionalisasi jabatan pendeta yang “menggeser substansi pelayanan sebagai hamba”. Pemilihannya kali ini menunjukkan bahwa nilai-nilai integritas dan pemikiran kontekstualnya masih diminati dan diakui. Dia dilengkapi dengan gelar Magister Teologi (M.Th.), yang menandakan kemampuannya untuk melakukan refleksi teologis mendalam. Keterlibatannya dalam gerakan reformasi pelayanan pendeta menempatkannya sebagai figur yang sensitif terhadap tantangan sosial dan etika dalam pelayanan gereja, menjadikannya pasangan ideal bagi Ketua yang berlatarbelakang administrator.
Pdt. Adriana Lohy (Wakil Ketua II)
Pdt. Adriana Lohy terpilih secara aklamasi sebagai Wakil Ketua II, sebuah fenomena yang jarang terjadi dan menunjukkan kredibilitas luar biasa. Dia menjabat sebagai Ketua Klasis Masohi. Aklamasinya bukanlah sesuatu yang spontan, melainkan hasil dari pengakuan kolektif terhadap integritas, pengabdian, dan pemikiran teologisnya yang diakui di seluruh wilayah pelayanan GPM. Meskipun tidak ada detail spesifik tentang latar belakang akademisnya dalam sumber-sumber ini, fakta bahwa dia dipilih secara aklamasi dalam sebuah organisasi yang sangat demokratis menunjukkan bahwa dia adalah figur yang netral, inklusif, dan mampu menyatukan berbagai kelompok. Dia diharapkan dapat berperan sebagai penyeimbang (check and balance) dalam kepemimpinan, serta sebagai figur perempuan yang dihormati dan representatif dalam struktur kepemimpinan GPM.
Secara keseluruhan, susunan pemimpin baru GPM adalah kombinasi yang seimbang: pemimpin administratif (Sapulette), pemimpin klasis-reformis (Rikumahu), dan figur aklamasi perempuan (Lohy). Ini menunjukkan bahwa GPM mencoba untuk menciptakan tim kepemimpinan yang komprehensif, siap menghadapi tantangan internal maupun eksternal.
Dinamika dan Hasil Pemilihan Sekretaris Umum dan Wakil Sekretaris Umum
Proses pemilihan Sekretaris Umum Sinode GPM periode 2025–2030 berjalan secara paralel dengan pemilihan Ketua, dengan dinamika yang sama-sama kompetitif namun menampilkan pola-pola yang berbeda. Pemilihan Sekretaris Umum dijadwalkan pada 25 Oktober 2025, dan agenda ini menjadi sorotan utama menjelang Sidang Sinode ke-39. Sebanyak sepuluh bakal calon terdaftar, menandakan kompetisi yang sangat ketat di posisi penting ini. Para kandidat memiliki latar belakang yang beragam, mencakup pimpinan klasis, kepala biro di sinode, dan seorang akademisi. Beberapa nama yang sering muncul dalam daftar kandidat adalah Pdt. Herman R. Tupan (Ketua Klasis GPM Tanimbar Selatan), Pdt. Max Takaria (Ketua Klasis Pulau Ambon Timur), Pdt. Daniel Watimanela (Kepala Biro Ekonomi GPM), Pdt. I. Koltjaan, dan Pdt. W. A. Baresabi.
Proses pemilihan untuk jabatan Sekretaris Umum melibatkan tahap seleksi yang ketat. Dari sepuluh bakal calon, hanya tiga yang berhasil lolos ke putaran final untuk maju sebagai calon terpilih. Ketiga nama tersebut adalah Pdt. Herman R. Tupan, Pdt. Daniel Watimanela, dan Pdt. Max Takaria. Kompetisi di putaran final ini sangat sengit, seperti yang dikabarkan oleh media lokal, “Tupan Taklukkan Persaingan Sengit Terpilih Jadi Sekretaris Umum Sinode GPM 2025-2030”. Hal ini menunjukkan bahwa jabatan Sekretaris Umum dianggap sangat penting, menuntut kapabilitas manajerial yang tinggi, dan diperebutkan oleh beberapa pendeta berkualitas.
Hasil resmi pemilihan Sekretaris Umum Sinode GPM periode 2025–2030 adalah sebagai berikut:
- Terpilih: Pdt. Herman Reinchard Tupan
- Perolehan Suara: 121 suara
- Tanggal Pemilihan: 25 Oktober 2025
- Tempat: Gereja Maranatha, Ambon
Keberhasilan Pdt. Herman R. Tupan menyingkirkan dua kandidat lainnya dalam persaingan yang sengit menunjukkan bahwa pengalaman kepemimpinan klasisnya, sebagaimana terlihat dari jabatannya sebagai Ketua Klasis GPM Tanimbar Selatan, memberinya modal politik dan kredibilitas yang cukup besar di mata para peserta sidang. Gelar Magister Teologi (M.Th.) yang dimilikinya juga menambah bobot kapabilitasnya. Dengan terpilihnya Pdt. Tupan, GPM telah menempatkan pemimpin dengan latar belakang administrasi klasis yang kuat di posisi tertinggi di birokrasi internalnya, menandakan bahwa pengalaman lapangan dan manajemen lokal dianggap sebagai dasar yang solid untuk memimpin organisasi gereja nasional.
Mengenai posisi Wakil Sekretaris Umum yang terpilih adalah Pdt. Max Takaria (163 suara) yang berhasil mengungguli Pdt. D. Watimanela (115 suara).
Struktural dan Narasi Kepemimpinan GPM Menuju Satu Abad
Analisis menyeluruh terhadap proses pemilihan, profil pemimpin baru, dan dinamika yang terjadi selama Sidang Sinode ke-39 GPM 2025 menawarkan gambaran yang kompleks tentang transformasi kepemimpinan gereja menuju perayaan satu abad. GPM tidak hanya memilih individu untuk memimpin, tetapi juga menyusun narasi kepemimpinan baru yang diharapkan dapat menjawab tantangan masa depan.
Pertama, terlihat adanya upaya untuk menciptakan keseimbangan dalam tim kepemimpinan. Susunan pemimpin baru—terdiri dari Ketua dengan latar belakang administrasi (Sapulette), Wakil Ketua I dengan latar belakang klasis dan pemikir (Rikumahu), Wakil Ketua II sebagai figur aklamasi perempuan (Lohy). Model ini berbeda dari masa lalu di mana kepemimpinan sering kali didominasi oleh satu jenis profil saja. Kombinasi ini mencerminkan harapan gereja agar pemimpinnya tidak hanya efisien dalam urusan administrasi, tetapi juga visioner dalam hal teologi, peduli terhadap realitas sosial, dan mampu mewakili berbagai kelompok dalam tubuh gereja. Keterpilihan Pdt. Adriana Lohy secara aklamasi, misalnya, menunjukkan bahwa gender equity telah menjadi bagian dari nilai-nilai inti GPM .
Kedua, kemenangan Pdt. Herman R. Tupan, seorang pemimpin klasis, menunjukkan bahwa GPM mulai mempercayai bahwa pemimpin terbaik untuk urusan internal adalah mereka yang memiliki pengalaman nyata dalam mengelola unit-unit kerja yang lebih kecil dan lebih dekat dengan jemaat. Ini adalah langkah logis menuju profesionalisasi tata kelola gereja, di mana kapabilitas manajerial dihargai setara dengan kapabilitas teologis.
Ketiga, narasi kepemimpinan baru GPM sepertinya akan didasarkan pada semangat “pelayanan transformatif” dan “relevansi kontekstual”. Pdt. Rico Rikumahu, dengan latar belakangnya yang ingin mereformasi pelayanan pendeta, akan menjadi motor penggerak bagi perubahan etika pelayanan. Pdt. Sacharias Sapulette, dengan latar belakang administrasinya, akan memastikan bahwa semua rencana dan visi itu dapat diimplementasikan dengan baik. Keselarasan antara tema sidang (“Anugerah Allah Melengkapi dan Meneguhkan Gereja”) dan susunan pemimpin baru ini menunjukkan bahwa GPM sedang mempersiapkan diri untuk melangkah maju dengan keyakinan yang diperkuat, didukung oleh kepemimpinan yang lengkap.
Keseimbangan kekuasaan dalam tim kepemimpinan baru—di mana masing-masing pemimpin memiliki latar belakang dan visi yang kuat—juga bisa menjadi medan pertarungan baru. Kinerja tim akan bergantung pada kemampuan mereka untuk bermusyawarah, saling menghormati, dan bekerja sama demi tujuan bersama. Selain itu, tantangan besar lainnya adalah bagaimana mempertahankan momentum satu abad sambil tetap menjaga identitas gereja yang telah terbentuk selama ini. Apakah model kepemimpinan baru ini cukup fleksibel untuk menangani isu-isu sensitif seperti integrasi denominasi baru, pengembangan teologi kontekstual yang inklusif, dan pemberdayaan generasi muda?
Dalam kesimpulannya, Sidang Sinode ke-39 GPM telah berhasil memilih pemimpin baru yang heterogen dan berkualitas. Proses pemilihan, meskipun menunjukkan tanda-tanda dinamika persaingan, berakhir dengan susunan kepemimpinan yang diharapkan dapat membawa GPM menuju satu abad dengan tangguh dan relevan. GPM sedang membangun fondasi baru untuk masa depannya, dengan narasi kepemimpinan yang menekankan kolaborasi, profesionalisme, dan pelayanan yang transformasional. Apakah fondasi ini akan cukup kokoh untuk menopang gereja selama satu abad ke depan adalah pertanyaan besar yang akan terjawab melalui kinerja mereka dalam lima tahun mendatang.