Mandat Transformasi dan Visi Indonesia Emas 2045
Transformasi sektor pertanian, khususnya di wilayah kepulauan, merupakan prasyarat fundamental dalam pencapaian visi nasional Indonesia Emas 2045. Visi ini menggariskan target ambisius bagi Indonesia untuk menjadi salah satu negara maju dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di dunia. Dalam kerangka ini, sektor maritim ditargetkan memberikan kontribusi PDB sebesar 12,5% pada tahun 2045, meningkat signifikan dari 6,4% pada tahun 2015. Pertanian kepulauan berada pada irisan strategis antara ekonomi darat dan laut, menjadikannya kunci utama untuk meningkatkan ketahanan pangan sekaligus mendongkrak daya ungkit ekonomi nasional di masa depan.
Posisi Strategis Maluku dalam Peta Pangan dan Maritim Nasional
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia dihadapkan pada pergeseran pusat gravitasi geopolitik dan geoekonomi dunia dari barat ke wilayah Asia Timur. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera menempatkannya sebagai jalur utama pelayaran internasional, di mana sekitar 58% perdagangan dunia melalui Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok. Momentum ini sangat mendukung cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia. Namun, cita-cita ini hanya dapat tercapai jika didukung oleh konektivitas laut yang efisien dan efektif—diwujudkan salah satunya melalui program Tol Laut—yang krusial bagi kelancaran agrologistik kepulauan.
Provinsi Maluku, yang menjadi episentrum tema transformasi ini, memiliki kekayaan hayati spesifik yang merupakan modal komparatif. Komoditas seperti rempah-rempah (khususnya pala) dan sagu menawarkan potensi besar untuk dikonversi menjadi keunggulan kompetitif global. Keberhasilan transformasi di Maluku akan menjadi tolok ukur implementasi Blue and Green Economy di wilayah timur Indonesia.
Relevansi Pertanian Kepulauan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Tema Dies Natalis Fakultas Pertanian Universitas Pattimura (Unpatti) ke-62 ini secara eksplisit menegaskan peran sentral akademisi sebagai motor penggerak inovasi yang harus spesifik lokasi dan adaptif terhadap iklim kepulauan. Transformasi yang dimaksud bukan sekadar upaya inkremental, melainkan perubahan mendasar yang mengedepankan efisiensi, inklusivitas, daya saing, dan keberlanjutan. Akademisi dituntut untuk memastikan hasil penelitian tidak berhenti sebagai publikasi ilmiah, tetapi diwujudkan menjadi produk unggulan yang bermanfaat secara ekonomi dan sosial.
Dari Subsisten Menuju Korporasi dan Berdaya Saing Global
Transformasi pertanian kepulauan menuju Indonesia Emas 2045 didefinisikan sebagai perubahan fundamental dalam tiga aspek utama. Pertama, perubahan dalam tata kelola, dari pendekatan sentralistik yang didominasi fokus daratan utama (mainland focus) menuju model berbasis gugus pulau yang terdesentralisasi dan adaptif. Kedua, perubahan dalam adopsi teknologi, dari praktik tradisional menuju Agribisnis 4.0, melibatkan presisi, mekanisasi, dan digitalisasi. Ketiga, perubahan struktur ekonomi, dari pertanian subsisten dan skala kecil yang didominasi tanaman pangan (seperti di Jawa) menjadi pertanian berbasis perkebunan, hilirisasi, dan rantai nilai global.
Konsep ini harus berlandaskan pada Ekonomi Hijau (Green Economics) dan sistem terintegrasi yang mencakup sektor penggunaan lahan secara holistik (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan). Transformasi ini adalah kebutuhan mendesak untuk meningkatkan ketahanan pangan dan sekaligus menghadapi tantangan perubahan iklim global.
Profil Geoeconomic Pertanian Kepulauan: Tantangan Struktural dan Ekologis
Sektor pertanian di wilayah kepulauan Indonesia, terutama di bagian Timur seperti Maluku, menghadapi serangkaian tantangan struktural yang unik dan kompleks, berbeda dengan kondisi pertanian di Indonesia bagian Barat.
A. Karakteristik Geografis dan Lahan Kritis di Indonesia Timur (Maluku sebagai Episentrum)
Karakteristik geografis Indonesia Timur sangat mempengaruhi corak pertaniannya. Indonesia Timur, yang mencakup Nusa Tenggara dan Maluku, umumnya memiliki iklim kering, didominasi lahan kering berupa tegalan atau padang alang-alang, berbeda dengan Indonesia Barat (Sumatra, Jawa) yang cenderung beriklim basah. Perbedaan ini membatasi pilihan komoditas pangan konvensional yang membutuhkan air melimpah.
Selain itu, pulau-pulau kecil di seluruh nusantara menghadapi keterbatasan sumber daya alam dan keterisolasian. Keterbatasan lahan menjadi masalah kronis. Terdapat dilema penggunaan lahan yang akut: tekanan untuk mengembangkan fasilitas dan infrastruktur, khususnya untuk mendukung sektor pariwisata, telah mengakibatkan alih fungsi lahan dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi lahan terbangun. Studi kasus Gili Matra menunjukkan bagaimana pengembangan pariwisata menjadi pemicu utama perubahan penggunaan lahan, yang pada akhirnya menekan ketersediaan lahan pertanian.
B. Kerentanan Terhadap Perubahan Iklim Global dan Ekstremitas Cuaca
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk Maluku, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dampak akut yang dirasakan mencakup kenaikan permukaan laut, abrasi pantai, kenaikan suhu bumi, dan perubahan pola hujan serta cuaca ekstrem. Perubahan pola iklim ini berdampak signifikan pada ketersediaan pangan lokal yang sangat bergantung pada perikanan dan pertanian setempat.
Kerentanan sistem pangan ini terlihat jelas pada pola aktivitas komunitas pesisir. Sebagai contoh, nelayan di pulau kecil sangat terikat pada kalender musim. Pada musim angin utara, intensitas angin dan badai di laut sangat tinggi, menyebabkan nelayan kecil (dengan kapasitas kapal 0,5–3 GT) kesulitan bekerja secara efektif. Keterbatasan dalam beradaptasi terhadap perubahan ini, ditambah dengan keterbatasan ekonomi dan akses sumber daya, mendorong terjadinya kerawanan pangan. Analisis menunjukkan bahwa beberapa wilayah di Maluku, seperti Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, dan Kabupaten Maluku Tenggara, dikategorikan sebagai daerah Rawan Pangan Berat. Status ini adalah konsekuensi langsung dari kerentanan ekologis dan struktural yang melekat pada pertanian dan perikanan kepulauan.
C. Disparitas Logistik dan Biaya Produksi: Analisis Hambatan Rantai Pasok Antar-Pulau
Salah satu kendala geoeconomic terbesar dalam transformasi pertanian kepulauan adalah inefisiensi rantai pasok. Kondisi geografis yang didominasi oleh laut dan keterbatasan infrastruktur transportasi, seperti yang terlihat di Maluku Utara, menyebabkan distribusi bahan pangan menjadi mahal dan tidak efisien. Badan Pangan Nasional (NFA) mengakui challenge yang luar biasa terkait logistik dan medan distribusi pasokan pangan di Indonesia Timur, yang pada akhirnya menciptakan disparitas harga yang jauh lebih besar dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia.
Hambatan logistik yang menyebabkan tingginya biaya (high cost) ini diperparah oleh keterbatasan akses pembiayaan. Data penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Mei 2019 menunjukkan bahwa penyaluran di Pulau Maluku dan Papua hanya mencapai 2% dari total nasional, didominasi oleh Jawa (54,4%). Rendahnya akses finansial ini sangat menghambat investasi lokal untuk modernisasi, seperti pembelian Alat Mesin Pertanian (Alsintan) atau adopsi teknologi presisi.
Dampak ganda dari hambatan logistik yang menaikkan biaya input dan output, serta keterbatasan modal kerja akibat rendahnya KUR, menciptakan siklus inefisiensi yang sulit diatasi. Fenomena ini menjelaskan mengapa adopsi teknologi yang terbukti mampu mengurangi biaya usaha tani rata-rata 20–25% menjadi sulit terealisasi; biaya tinggi menghambat investasi untuk efisiensi. Untuk mencapai transformasi yang berkelanjutan, kedua hambatan—logistik dan finansial—harus dipecahkan secara simultan.
Pilar Strategis Transformasi Menuju Agribisnis Berkelanjutan (Green and Blue Economy)
Transformasi menuju Indonesia Emas 2045 di wilayah kepulauan harus didasarkan pada integrasi ekonomi hijau (Green Economy) dan biru (Blue Economy), memastikan keberlanjutan sumber daya alam yang terbatas.
A. Integrasi Pangan Biru (Blue Food) dan Pangan Darat (Green Food) dalam Nexus Pangan-Energi-Air (WEF Nexus)
Pulau-pulau kecil menghadapi kondisi Water-Energy-Food (WEF) Nexus yang tidak berkelanjutan, yang diperparah oleh perubahan iklim dan permintaan pariwisata. Sumber daya air tawar seringkali terbatas, dan oleh karena itu, strategi pertanian harus diintegrasikan dengan pengelolaan air yang cerdas. Solusi berbasis alam (Nature-Based Solutions/NBS), seperti lahan basah buatan dan pemanenan air hujan (rainwater harvesting), menjadi opsi yang efektif untuk pengelolaan air pada pertanian skala kecil.
Dalam konteks ketahanan pangan total, optimalisasi pangan biru (sektor perikanan) harus berjalan seiring dengan pertanian darat. Transformasi ekonomi maritim menuntut industrialisasi sektor perikanan yang berkelanjutan dan berdaya saing, salah satunya melalui program Lumbung Ikan Nasional (LIN). Keberhasilan transformasi di Maluku harus mencontoh negara-negara pulau kecil lainnya (Small Island Developing States/SIDS) yang menempatkan alam sebagai inti upaya ekonomi, mengubah sektor yang dulunya merusak menjadi berkelanjutan dan menguntungkan (nature-positive future). Sinergi antara pariwisata, yang seringkali menjadi pendorong permintaan air, dan pertanian lokal melalui pemanfaatan kembali air (water reuse) dapat menjadi prioritas tinggi.
B. Model Pertanian Berbasis Gugus Pulau (Cluster-Based Agriculture)
Karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan yang sangat beragam menuntut pendekatan tata kelola yang desentralistik. Tata kelola sistem pangan yang terlalu terpusat tidak sesuai dengan realitas geografis ini. Solusi konseptual yang diusulkan adalah model pertanian terintegrasi berbasis gugus pulau, yang mempertimbangkan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi spesifik pulau kecil.
Model gugus pulau ini memiliki signifikansi ekonomi yang mendalam. Dengan memanfaatkan analisis spasial presisi, seperti Gravity Location Models (GLM), pemerintah dapat menentukan lokasi paling optimal untuk lumbung pangan dan fasilitas distribusi. Penerapan GLM terbukti dapat mengurangi biaya logistik secara signifikan dan memastikan pemerataan distribusi pangan antar wilayah. Program Pengembangan Rantai Nilai Pertanian (ICARE) Bank Dunia, yang dirancang untuk memperkuat rantai nilai di gugus kawasan pertanian terpilih, menunjukkan pendekatan yang serupa dan dapat direplikasi di tingkat nasional, terutama di Maluku.
C. Arah Kebijakan Makro: Desentralisasi Tata Kelola Pangan dan Investasi Infrastruktur
Transformasi yang efektif memerlukan komitmen kebijakan yang kuat untuk mengatasi kelemahan historis, yaitu orientasi pembangunan yang lebih fokus pada wilayah daratan (mainland). Keberhasilan menuju 2045 bergantung pada political will yang menggeser fokus ke wilayah laut dan pulau kecil.
Infrastruktur Agrologistik: Pembangunan konektivitas laut (Tol Laut) harus diimbangi dengan investasi di infrastruktur darat dan pesisir. Salah satu kebutuhan krusial adalah pembangunan fasilitas penyimpanan seperti cold storage di wilayah penghasil pangan, termasuk Maluku, untuk mengatasi food loss and waste yang menjadi tantangan besar di negara-negara pulau.
Kebijakan Korporasi dan Kemitraan: Pemerintah mendorong pengembangan food estate berbasis korporasi (seperti di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara) dan kemitraan inklusif Closed Loop pada komoditas hortikultura. Model kemitraan ini merupakan implementasi nyata dari sinergi ABGC (Akademisi, Bisnis, Pemerintah, dan Komunitas), yang diperlukan untuk meningkatkan skala usaha tani dari subsisten menjadi bisnis modern.
Modernisasi dan Digitalisasi Sektor Pertanian Kepulauan (Agribisnis 4.0)
Pengadopsian teknologi canggih dalam Agribisnis 4.0 bukan lagi sekadar pilihan, tetapi keharusan ekonomi di wilayah kepulauan yang menghadapi biaya operasional tinggi.
A. Implementasi Pertanian Presisi (Smart Farming): Pemanfaatan IoT, GIS, dan Data Satelit di Lahan Terbatas
Pertanian presisi (Smart Farming) memanfaatkan teknologi seperti citra satelit, sensor, Internet of Things (IoT), dan Geographical Information System (GIS) untuk mengamati dan merekam data lahan (kondisi udara, air, cuaca). Tujuannya adalah meminimalkan biaya dan menghemat sumber daya sambil meningkatkan hasil produksi. Untuk wilayah kepulauan Maluku dengan kondisi lahan yang beragam (dataran tinggi, dataran rendah, iklim kering), teknologi ini memungkinkan perlakuan yang tepat dan spesifik lokasi.
Di wilayah kepulauan, di mana petani menghadapi diseconomies of scale dan tingginya biaya logistik input (pupuk, benih), efisiensi yang ditawarkan smart farming menjadi sangat vital. Implementasi teknologi ini terbukti dapat mengurangi biaya usaha tani rata-rata 20–25% dan meningkatkan keuntungan hingga 50%. Pengurangan biaya input sebesar seperempat adalah margin profit kritis yang diperlukan agar produk pertanian kepulauan dapat bersaing di pasar regional dan nasional, menutup kesenjangan yang disebabkan oleh mahal dan tidak efisiennya distribusi. Oleh karena itu, digitalisasi pertanian adalah prasyarat ekonomi untuk keberlanjutan dan profitabilitas di Maluku.
B. Digitalisasi Rantai Nilai: Dari Hulu hingga Hilir
Modernisasi sektor pertanian juga didukung melalui mekanisasi, dengan bantuan Alat Mesin Pertanian (Alsintan) kepada kelompok tani. Namun, dampak terbesar Agribisnis 4.0 terletak pada digitalisasi rantai nilai.
Digitalisasi Pasar: Pengembangan pasar lelang digital untuk komoditas (misalnya hortikultura), yang memanfaatkan IoT dan GIS, diperlukan untuk memutus rantai distribusi yang panjang. Platform ini memungkinkan pencatatan hasil lelang secara digital dan real-time, meningkatkan transparansi dan efisiensi pasar.
Infrastruktur Informasi Desa: Layanan seperti Smart Village Nusantara (SVN) yang menyediakan Portal Desa dapat membantu menghubungkan data produksi pertanian dari tingkat desa ke tingkat pasar dan pemerintah. Portal ini memungkinkan pembaruan informasi desa secara real time dan memfasilitasi kreativitas dalam pembangunan transformasi desa digital.
C. Mitigasi Risiko Digitalisasi: Infrastruktur dan Aksesibilitas Teknologi bagi Petani Pulau Kecil
Adopsi smart farming sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur digital yang memadai, suatu kendala umum di pulau-pulau terpencil. Selain itu, aspek sumber daya manusia menjadi penghambat. Data menunjukkan bahwa adopsi inovasi teknologi pertanian, termasuk varietas unggul tahan iklim (seperti Inpari 42 Agritan dan Inpara 8), masih rendah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan diseminasi teknologi dan lemahnya sistem penyuluhan pertanian.
Oleh karena itu, investasi dalam teknologi digital harus disertai dengan penguatan program pendidikan dan penyuluhan. Fakultas Pertanian Unpatti, melalui program studi Penyuluhan Pertanian, memainkan peran kunci dalam meningkatkan pengetahuan petani tentang teknologi dan inovasi pertanian, menjembatani kesenjangan antara inovasi di kampus dan penerapannya di lapangan.
Penguatan Hilirisasi Komoditas Unggulan Maluku: Dari Kebun hingga Pasar Ekspor
Transformasi pertanian kepulauan di Maluku harus memanfaatkan keunggulan komparatif yang spesifik lokasi dan mengkonversinya menjadi keunggulan kompetitif melalui hilirisasi.
A. Keunggulan Komparatif Maluku: Revitalisasi Pala (Green Gold), Sagu, dan Komoditas Lokal
Fokus hilirisasi harus diarahkan pada komoditas yang memiliki nilai sejarah, ekonomi, dan keunggulan eksklusif global, yaitu Rempah-rempah dan Sagu. Pala Maluku, yang dikenal sebagai “emas hijau,” memiliki sejarah kejayaan yang sangat panjang, bahkan harganya pernah melebihi harga emas pada abad ke-15 hingga ke-16, membiayai pembangunan kota-kota di Belanda.
Revitalisasi pala dan sagu sebagai pangan lokal berkelanjutan harus menjadi prioritas. Sagu menawarkan solusi pangan alternatif yang adaptif terhadap lahan dan iklim lokal Maluku. Strategi di Maluku harus bergeser dari fokus peningkatan kuantitas hasil panen (yields)—seperti yang dominan di Jawa—menuju peningkatan nilai tambah per unit komoditas melalui pemrosesan, standarisasi, dan sertifikasi.
B. Strategi Hilirisasi Berbasis Kualitas dan Standar Global
Hilirisasi rempah memerlukan penanganan yang serius terhadap masalah kualitas. Kasus komoditas pala menunjukkan tantangan besar terkait kontaminasi aflatoksin dan okratoksin, yang sering menyebabkan reject di pasar ekspor, terutama di Eropa.
Keberhasilan PT Kabong Tanipala Maluku (KTM) dalam mengekspor pala berkualitas tinggi (kategori Pala ABCD dan Mace Broken) ke Uni Eropa, khususnya Belanda, menunjukkan bahwa standar mutu dan keamanan pangan yang sangat ketat dapat dipenuhi. Pada pengiriman terbaru, 9,5 ton pala berhasil diekspor dan memperoleh predikat High Premium Quality setelah melalui uji laboratorium di Eropa. Model ini menegaskan bahwa penjaminan mutu dan penanganan pascapanen adalah kunci utama untuk memperkuat posisi Maluku di pasar dunia.
Dalam konteks ini, sinergi Triple Helix (Akademisi-Regulator-Pelaku Usaha) menjadi krusial. Badan POM (BPOM) Ambon telah memprakarsai pendampingan hilirisasi produk berbasis sagu dan rempah untuk mengatasi kendala mutu seperti aflatoksin. Peran peneliti di universitas sangat penting untuk memastikan hasil penelitian menjadi produk unggulan ekspor, bukan hanya berakhir sebagai paper di perpustakaan.
C. Pembangunan Infrastruktur Penunjang Agrologistik: Urgensi Cold Storage dan Sentra Pengolahan Terpadu
Infrastruktur pendukung harus dibangun seiring dengan hilirisasi. Fasilitas cold storage atau rantai dingin (cold chain) sangat diperlukan untuk menjaga kualitas produk maritim dan pertanian di Maluku, khususnya untuk mengurangi food loss pascapanen yang signifikan di negara-negara pulau.
Fakultas Pertanian Unpatti, melalui Pusat Teknologi Hasil Pertanian, telah menargetkan pengembangan metode pengolahan agar hasil pertanian lebih tahan lama dan bernilai industri. Pembangunan sentra pengolahan terpadu harus berkolaborasi dengan pusat-pusat riset ini untuk menciptakan nilai tambah yang maksimal.
Ketahanan Iklim dan Keberlanjutan Ekologis Pertanian Kepulauan
Mengingat kerentanan akut pulau-pulau kecil terhadap perubahan iklim, strategi transformasi harus mengintegrasikan dimensi adaptasi dan mitigasi, didukung oleh kearifan lokal.
A. Strategi Adaptasi: Pengembangan Varietas Unggul dan Teknologi Pengelolaan Air
Teknologi adaptasi bertujuan untuk melakukan penyesuaian terhadap dampak perubahan iklim guna mengurangi risiko kegagalan produksi. Hal ini mencakup penyesuaian waktu tanam dan penggunaan varietas unggul yang tahan terhadap cekaman lingkungan spesifik kepulauan, seperti kekeringan, rendaman, dan salinitas.
Inovasi Lokal Unpatti: Fakultas Pertanian Unpatti memiliki tenaga ahli dalam pemuliaan tanaman yang siap mengembangkan varietas unggul sesuai kebutuhan masyarakat, termasuk pengembangan varietas padi gogo lokal yang telah diakui secara nasional. Jenis padi gogo ini sangat penting untuk dimaksimalkan pada lahan kering yang dominan di Maluku.
Pengelolaan Air: Untuk mengatasi cekaman air, terutama di wilayah iklim kering, teknologi pengelolaan air yang efisien seperti sumur renteng, irigasi tetes, irigasi berselang, dan teknologi panen hujan (embung dan dam parit) harus diterapkan secara luas. Teknologi panen hujan sangat penting untuk menampung kelebihan air pada musim basah dan memanfaatkannya pada musim kemarau.
B. Strategi Mitigasi: Adopsi Pertanian Rendah Emisi dan Organik
Sektor pertanian Indonesia memiliki kewajiban untuk berkontribusi pada penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai komitmen Intended Nationally Determined Contributions (INDC). Mitigasi emisi metana ($CH_4$) dari sektor pertanian menjadi kunci.
Sistem Padi Aerobik: Untuk mengurangi emisi metana yang dihasilkan dari budidaya padi sawah tergenang, pendekatan revolusioner adalah Sistem Padi Aerobik. Sistem ini memelihara kondisi tanah aerobik (kaya oksigen) dan dapat memanfaatkan varietas padi “amfibi” seperti GAMAGORA 7. Meskipun Maluku fokus pada lahan kering, penerapan praktik ini di sentra produksi padi secara nasional penting untuk ketahanan pangan di tengah prediksi penyusutan lahan sawah hingga 2,1 juta hektar pada tahun 2045.
Pertanian Organik: Pemanfaatan pupuk organik dan praktik pertanian berkelanjutan juga merupakan strategi mitigasi. Unpatti menggencarkan studi terkait pemanfaatan Rizomakteria (sekelompok jamur yang berperan sebagai dekomposer bahan organik) untuk meningkatkan produksi tanaman budidaya di Maluku. Inovasi ini mendukung konsep pertanian organik kepulauan sebagai bagian dari ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia impor. Pemerintah juga disarankan memberikan insentif terhadap produksi pupuk organik dan hayati berbasis lokal untuk memperkuat keberlanjutan sistem pertanian.
C. Peran Kearifan Lokal dan Institusi Adat dalam Konservasi dan Ketahanan Pangan
Keberlanjutan transformasi di wilayah kepulauan tidak dapat dilepaskan dari warisan budaya lokal dan institusi adat. Masyarakat Maluku telah lama menunjukkan inisiatif dalam menghadapi perubahan iklim melalui kearifan lokal, yang paling terkenal adalah aturan adat Sasi.
Sasi adalah larangan adat untuk mengambil hasil sumber daya alam tertentu dalam periode waktu tertentu, berfungsi sebagai upaya pelestarian lingkungan dan menjaga mutu serta populasi sumber daya hayati. Aturan Sasi yang ditegakkan oleh Lembaga Adat Kewang ini telah diakui sebagai aset global. Selain itu, kearifan lokal dalam menentukan waktu tanam, melalui pengamatan tanda-tanda alam dan penggunaan sistem kalender tradisional (Pranata Mangsa), harus diintegrasikan dengan data iklim modern untuk manajemen risiko yang lebih efektif.
Transformasi berkelanjutan menuntut agar pemerintah menghargai dan memperkuat kearifan lokal ini, serta melibatkan masyarakat adat sebagai subyek, bukan sekadar objek, dalam setiap program pembangunan. Pengabaian terhadap hak ulayat dan praktik alih fungsi lahan tanpa melibatkan masyarakat adat dapat merusak lingkungan dan menimbulkan konflik kepentingan di masa depan.
Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Sinergi Kelembagaan (Triple Helix Model)
Penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sinergi kelembagaan merupakan faktor penentu keberhasilan transformasi pertanian kepulauan. Pembangunan SDM pertanian yang berkualitas dan kuantitasnya terbatas, seperti di Kabupaten Konawe Kepulauan, harus ditingkatkan melalui tiga pilar utama: penyuluhan, pendidikan, dan pelatihan.
A. Peran Universitas Pattimura (Unpatti) sebagai Pusat Inovasi Pertanian Kepulauan
Unpatti memiliki peran sentral sebagai pusat pengetahuan dan inovasi yang spesifik lokasi. Fakultas Pertanian Unpatti tidak hanya mengembangkan varietas unggul lokal (seperti padi gogo) dan riset bioteknologi (seperti Rhizobakteria), tetapi juga menyediakan spesialisasi kurikulum yang relevan, seperti Ilmu Tanah yang mengkaji karakteristik tanah di setiap pulau di Maluku, serta program Agribisnis dan Teknologi Hasil Pertanian.
Perguruan tinggi harus menjembatani kesenjangan adopsi teknologi. Tingkat adopsi inovasi seringkali rendah karena diseminasi yang terbatas dan lemahnya sistem penyuluhan. Unpatti, melalui Program Studi Penyuluhan Pertanian, harus memastikan bahwa teknologi adaptif, seperti varietas tahan iklim dan praktik irigasi efisien, dapat diakses dan diterapkan secara luas oleh petani Maluku.
B. Penerapan Model Triple Helix (Akademisi-Industri-Pemerintah) dalam Riset dan Komersialisasi Produk
Model Triple Helix (A-I-G) adalah kerangka kolaborasi yang esensial untuk mengkomersialkan hasil riset dan mendorong inovasi. Penelitian menunjukkan bahwa faktor penentu keberhasilan kolaborasi ini adalah transparansi (tidak adanya agenda tersembunyi), berbagi pengetahuan, dan keselarasan tujuan penelitian dengan jalur implementasi yang realistis.
Implementasi di Maluku: Sinergi antara peneliti Unpatti (Akademisi), BPOM (Regulator/Pemerintah), dan pelaku usaha UMKM (Industri) dalam hilirisasi rempah dan sagu, khususnya untuk mengatasi masalah mutu ekspor seperti aflatoksin, merupakan contoh nyata implementasi model ini. Tujuannya adalah memastikan hasil penelitian di kampus bertransformasi menjadi produk unggulan ekspor.
Peran Pemerintah sangat penting sebagai stabilisator interaksi. Pemerintah harus memfasilitasi kebutuhan industri, misalnya dengan mempermudah regulasi sertifikasi produk dan menyediakan infrastruktur dasar.
C. Peningkatan Akses Pembiayaan dan Insentif Bagi Petani Kepulauan
Transformasi finansial sangat dibutuhkan. Alokasi KUR yang hanya 2% di Maluku dan Papua harus ditingkatkan secara drastis untuk mendorong investasi di sektor produksi, yang merupakan fondasi dari Agribisnis 4.0.
Selain itu, insentif perlu diarahkan pada praktik berkelanjutan. Untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia impor dan sekaligus memperkuat keberlanjutan, pemerintah pusat disarankan memberikan insentif terhadap produksi pupuk organik dan hayati berbasis lokal. Pemberian subsidi dapat disalurkan melalui sistem e-subsidy berbasis identitas, mencontoh keberhasilan yang dicapai di India yang mampu mengurangi kebocoran subsidi hingga 30%. Strategi ini memastikan bahwa dukungan finansial pemerintah berdampak langsung pada keberlanjutan pertanian kepulauan.
Kesimpulan dan Rekomendasi Transformasi Jangka Panjang (2045)
Analisis mendalam terhadap profil geoeconomic, tantangan struktural, dan potensi keunggulan komparatif Maluku menunjukkan bahwa Transformasi Pertanian Kepulauan menuju Indonesia Emas 2045 memerlukan intervensi yang terpadu dan spesifik lokasi.
A. Sintesis Hasil Analisis: Tiga Pilar Transformasi Kritis
Transformasi ini harus didukung oleh tiga pilar utama yang saling berhubungan:
- Infrastruktur Ketahanan (Resilience Infrastructure): Investasi strategis harus diarahkan pada infrastruktur yang secara fundamental mengatasi kendala geografis, yaitu konektivitas laut yang efisien (Tol Laut) dan fasilitas penyimpanan pascapanen (cold chain/cold storage). Infrastruktur ini adalah kunci untuk mengurangi biaya operasional dan risiko kerawanan pangan (rawan pangan berat di Aru, Tanimbar) yang disebabkan oleh inefisiensi logistik.
- Inovasi yang Terdiferensiasi (Localized Innovation): Fokus harus bergeser dari teknologi impor generik ke inovasi yang spesifik untuk ekosistem kepulauan (misalnya, varietas tahan iklim kering/salinitas, pertanian organik berbasis Rizomakteria). Inovasi ini, yang didorong oleh Unpatti, harus diintegrasikan dengan kearifan lokal (Sasi) untuk memastikan keberlanjutan ekologis dan penerimaan sosial.
- Perubahan Tata Kelola (Governance Pivot): Diperlukan perubahan paradigma dari tata kelola sentralistik yang berorientasi daratan utama menjadi model berbasis gugus pulau yang desentralisir dan adaptif. Model ini harus didukung oleh sinergi Triple Helix yang transparan, kuat, dan berorientasi pada komersialisasi produk ekspor yang terjamin mutunya.
B. Rekomendasi Kebijakan Lima Poin Kunci untuk Pemerintah Pusat dan Daerah
Untuk mewujudkan transformasi ini, direkomendasikan lima langkah kebijakan strategis:
- Revisi Tata Kelola Spasial Pulau Kecil: Menerapkan regulasi tata ruang yang ketat dan spesifik di pulau-pulau kecil untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian menjadi infrastruktur pariwisata yang merusak lingkungan (ref: Gili Matra). Kebijakan ini harus memperkuat pengakuan dan penegakan hukum terhadap kearifan lokal seperti Sasi yang berfungsi sebagai mekanisme konservasi.
- Insentif Logistik dan Keuangan Teritorial: Mewajibkan peningkatan drastis penyaluran KUR sektor produksi di wilayah Maluku dan Papua, dengan target minimal setara 10% dari total nasional. Langkah ini harus didukung skema subsidi logistik pangan dan subsidi bunga yang lebih rendah untuk menekan disparitas harga input dan output di Indonesia Timur.
- Industrialisasi Hijau Pala dan Sagu: Menetapkan Maluku sebagai Zona Ekonomi Khusus Hilirisasi Rempah dan Pangan Lokal. Hal ini memerlukan investasi publik-swasta dalam teknologi pengolahan pascapanen, standarisasi mutu ekspor (khususnya penanggulangan aflatoksin pada pala), dan sertifikasi internasional.
- Mandat Dana Adaptasi Iklim Lokal: Mengalokasikan dana khusus untuk riset dan diseminasi teknologi adaptasi iklim yang dikembangkan oleh Perguruan Tinggi daerah (seperti Unpatti), termasuk pengembangan varietas lokal tahan iklim dan implementasi teknologi panen air (embung).
- Penerapan Green E-Subsidy: Mengadopsi sistem e-subsidy terintegrasi untuk memberikan insentif yang ditargetkan pada produksi pupuk organik dan hayati lokal. Kebijakan ini akan mengurangi ketergantungan input impor yang mahal dan mengancam keberlanjutan sistem pertanian.
C. Peta Jalan Aksi Institusional untuk Fakultas Pertanian Unpatti
Sebagai institusi pendidikan tinggi terdepan di Maluku, Fakultas Pertanian Unpatti memiliki peran kepemimpinan yang tidak tergantikan:
- Mendorong penelitian yang mencapai Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) tinggi. Riset harus diarahkan pada komersialisasi produk unggulan dan solusi nyata, seperti mengatasi masalah mutu rempah untuk ekspor, bukan hanya publikasi ilmiah.
- Memperkuat Program Studi Penyuluhan Pertanian dan kurikulum Agribisnis Digital/Smart Farming, memastikan lulusan siap menjadi pemimpin transformasi pertanian 4.0 dan menjembatani gap adopsi teknologi antara inovasi kampus dan praktik petani.
- Memimpin pembentukan Pusat Nexus Pangan-Energi-Air Regional (Regional WEF Nexus Center) yang berfokus pada solusi ketahanan air spesifik kepulauan, khususnya kolaborasi dengan industri pariwisata untuk daur ulang air, guna menjamin ketersediaan air tawar untuk pertanian skala kecil.
RUJUKAN
Kontribusi ekonomi maritim ditargetkan capai 12,5 persen pada 2045 || https://www.antaranews.com/berita/2310122/kontribusi-ekonomi-maritim-ditargetkan-capai-125-persen-pada-2045
AUDIENSI BPOM AMBON DENGAN GUBERNUR MALUKU TERKAIT PENDAMPINGAN BPOM DALAM HILIRISASI PRODUK BERBASIS REMPAH DAN SAGU || https://ambon.pom.go.id/berita/audiensi-bpom-ambon-dengan-gubernur-maluku-terkait-pendampingan-bpom-dalam-hilirisasi-produk-berbasis-rempah-dan-sagu
Fakultas Pertanian Unpatti Kembangkan Inovasi untuk Ketahanan Pangan di Maluku || https://timesmaluku.com/pendidikan/fakultas-pertanian-unpatti-kembangkan-inovasi-untuk-ketahanan-pangan-di-maluku/
Dukung Ketahanan Pangan, Ini Yang Dilakukan Unpatti Ambon || https://www.kabartimurnews.com/2025/02/20/dukung-ketahanan-pangan-ini-yang-dilakukan-unpatti-ambon/
Transformasi Pertanian Indonesia untuk Indonesia Emas 2045 || https://web.faperta.ugm.ac.id/transformasi-pertanian-indonesia-untuk-indonesia-emas-2045/
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil || https://perpustakaan.bappenas.go.id/e-library/file_upload/koleksi/migrasi-data-publikasi/file/Unit_Kerja/Deputi_Bidang_Kependudukan_dan_Ketenagakerjaan/Direktorat-Penanggulangan-Kemiskinan-dan-Pemberdayaan-Masyarakat/Kebijakan%20dan%20Strategi%20Nasional%20Pengelolaan%20Pulau-Pulau%20Kecil/Kebijakan%20dan%20Strategi%20Nasional%20Pengelolaan%20Pulau-Pulau%20Kecil%20-%20kebijkan%20dan%20strategi.pdf
TRANSFORMASI SISTEM PANGAN NEGARA KEPULAUAN: Suara Masyarakat Sipil untuk Perubahan Kebijakan Menuju Sistem Pangan yang Beragam, Adil dan Lestari || https://kehati.or.id/app/uploads/2025/06/Policy-Brief_Transformasi-Sistem-Pangan-Negara-Kepulauan-rev01.pdf
KONSEP PERTANIAN PULAU-PULAU KECIL BERBASIS GUGUS PULAU MENGHADAPI
PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DI PROVINSI MALUKU || https://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1679412&val=18238&title=KONSEP%20PERTANIAN%20PULAU-PULAU%20KECIL%20BERBASIS%20GUGUS%20PULAU%20MENGHADAPI%20PERUBAHAN%20IKLIM%20GLOBAL%20DI%20PROVINSI%20MALUKU
Model Sistem Pertanian Berkelanjutan di Wilayah Pulau-Pulau Kecil || https://repository.pertanian.go.id/items/09358b6f-30e6-41d7-8d1a-6b0b9022c4a6
Smart Farming 4.0 to Build Advanced, Independent, and Modern Indonesian Agriculture || https://media.neliti.com/media/publications/393777-none-aa49446b.pdf
PENGEMBANGAN MODEL DESA CERDAS BERBASIS TEKNOLOGI PERTANIAN 4.0; UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN BERKELANJUTAN – DISERTASI || https://repository.unhas.ac.id/id/eprint/35175/2/P023211029_disertasi_15-02-2024%20Bab%201%20-%20Bab%202.pdf
Karakteristik dan Tantangan Pertanian Indonesia || https://id.scribd.com/document/717879991/ALMENDO-PIP-N-FRIENDS
DINAMIKA DAN TANTANGAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI WILAYAH PULAU KECIL (STUDI KASUS GILI MENO, TRAWANGAN DAN AIR) || https://www.researchgate.net/publication/382287387_DINAMIKA_DAN_TANTANGAN_PERUBAHAN_PENGGUNAAN_LAHAN_DI_WILAYAH_PULAU_KECIL_STUDI_KASUS_GILI_MENO_TRAWANGAN_DAN_AIR
Strategi Adaptasi Nelayan di Pulau-Pulau Kecil terhadap Dampak Perubahan Iklim (Kasus: Desa Pulau Panjang, Kecamatan Subi, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau) || https://journal.ipb.ac.id/sodality/article/download/11336/8825
Ketika Ketahanan Pangan Di Maluku Semakin Meningkat || https://www.tribun-maluku.com/ketika-ketahanan-pangan-di-maluku-semakin-meningkat/06/04/
Optimalisasi Lokasi Lumbung Pangan di Maluku Utara: Studi Gravity Location Model untuk Efisiensi Distribusi || https://www.diklatkerja.com/blog/optimalisasi-lokasi-lumbung-pangan-di-maluku-utara-studi-gravity-location-model-untuk-efisiensi-distribusi
Badan Pangan Nasional Perkuat Kolaborasi Lintas Sektor untuk Stabilisasi Harga Pangan di Indonesia Timur || https://badanpangan.go.id/blog/post/badan-pangan-nasional-perkuat-kolaborasi-lintas-sektor-untuk-stabilisasi-harga-pangan-di-indonesia-timur
Optimalisasi Penyaluran KUR di Sektor Produksi || https://snki.go.id/optimalisasi-penyaluran-kur-di-sektor-produksi/
Caribbean small island developing states must incorporate water quality and quantity in adaptive management of the water-energy-food nexus || https://www.frontiersin.org/journals/environmental-science/articles/10.3389/fenvs.2023.1212552/full
Assessing the Potential of Blue Food in the Free Nutritional Meal Program || https://www.kompas.id/artikel/en-menakar-potensi-pangan-biru-dalam-program-makan-bergizi-gratis
Small Island Developing States can be nature-positive leaders for the world || https://www.thegef.org/newsroom/blog/small-island-developing-states-can-be-nature-positive-leaders-world
UPAYA SEKTOR PERTANIAN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM || https://media.neliti.com/media/publications/30954-ID-upaya-sektor-pertanian-dalam-menghadapi-perubahan-iklim.pdf
Bank Dunia Dukung Sektor Pertanian Indonesia untuk Menjadi Lebih Tangguh dan Inklusif || https://www.worldbank.org/in/news/press-release/2022/09/09/the-world-bank-supports-indonesia-agriculture-sector-to-become-more-resilient-and-inclusive
Food loss in Pacific Island Countries: a scoping review of the literature || https://www.frontiersin.org/journals/sustainable-food-systems/articles/10.3389/fsufs.2024.1520335/full
Pemerintah Dorong Peningkatan Sektor Pangan dan Pertanian untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia || https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/647/pemerintah-dorong-peningkatan-sektor-pangan-dan-pertanian-untuk-kesejahteraan-masyarakat-indonesia
KRISIS GLOBAL DAN IMPLIKASINYA BAGI PERTANIAN INDONESIA: PERUBAHAN IKLIM, KONFLIK GEOPOLITIK, DAN SPEKULASI PASAR || https://epublikasi.pertanian.go.id/berkala/index.php/jp3/article/download/4056/3991/8598
Pala Maluku Tembus Eropa, Kementan Dorong Hilirisasi Rempah Nasional || https://www.pertanian.go.id/?show=news&act=view&id=7002
Sistem Padi Aerobik: Transformasi Pertanian Indonesia Menuju Produktivitas Berkelanjutan || https://penerbit.brin.go.id/press/catalog/download/1244/1260/31232?inline=1
LSM: Masyarakat Maluku Inisiatif Hadapi Perubahan Iklim || https://www.tribun-maluku.com/lsm-masyarakat-maluku-inisiatif-hadapi-perubahan-iklim/10/01/
Teknologi dan Kearifan Lokal untuk Adaptasi Perubahan Iklim di Sektor Pertanian || https://penerbit.brin.go.id/press/catalog/download/901/813/19445?inline=1
Tangkap Peluang Peningkatan Kapasitas SDM, Konawe Kepulauan Jajaki Kerjasama Dengan BBPKH Kementan || https://web.bbpkh.id/berita/tangkap-peluang-peningkatan-kapasitas-sdm-konawe-kepulauan-jajaki-kerjasama-dengan-bbpkh-kementan/
Menyiapkan SDM Pertanian Kuat, Menuju Kedaulatan Pangan || https://www.kemenkopmk.go.id/menyiapkan-sdm-pertanian-kuat-menuju-kedaulatan-pangan
Analisis Faktor Keberhasilan Kolaborasi Triple Helix: Perspektif Industri || https://www.owner.polgan.ac.id/index.php/owner/article/download/2736/1627
IMPLEMENTASI MODEL TRIPLE HELIX PADA PENDIDIKAN BERBASIS KOMUNITAS MELALUI KETERLIBATAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN || https://fp.ub.ac.id/semnas/Paper/28_triple_helix-tatiek_%28159-168%29.pdf
Smart Farming, Smart Future: Transformasi Pertanian dengan Teknologi || https://fkp.unesa.ac.id/post/smart-farming-smart-future-transformasi-pertanian-dengan-teknologi